● online
Keris Singa Sangu Tumpeng Kinatah Emas HB V
Rp 65.000.000| Kode | TAG160 |
| Stok | Tersedia (1) |
| Kategori | Keris, Singa Sangu Tumpeng |
| Jenis | : Keris Lurus |
| Dhapur | : Singa Sangu Tumpeng |
| Pamor | : Segoro Muncar |
| Tangguh | : HB V (Hamengkubuwana ke-5) |
| Warangka | : Gayaman Yogyakarta, Kayu Timoho Pelet Kendhit |
Keris Singa Sangu Tumpeng Kinatah Emas HB V
Dhapur Singa Sangu Tumpeng
Singa Sangu Tumpeng merupakan salah satu dhapur keris yang cukup langka. Ia termasuk jenis dhapur ganan yang banyak dicari oleh para pecinta tosan aji. Secara ricikan, dhapur Singa Sangu Tumpeng itu memiliki ciri khas yang sangat mudah ditengarai yakni ornaman singa lar atau singa bersayap pada gandiknya, lalu untuk ricikan lainnya ia memakai sogokan rangkap, sraweyan dan greneng.
Keris berdhapur Singa Sangu Tumpeng merupakan salah satu pusaka yang sarat dengan simbol dan ajaran hidup khas tradisi Jawa. Secara harfiah, istilah Singa Sangu Tumpeng berasal dari tiga kata utama: Singa berarti singa atau raja hutan yang melambangkan keberanian, kekuatan, dan kepemimpinan; Sangu berarti bekal atau perbekalan; dan Tumpeng merujuk pada nasi kerucut yang digunakan dalam berbagai upacara adat, melambangkan gunung, doa, serta persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Maka secara harfiah, Singa Sangu Tumpeng dapat dimaknai sebagai “singa yang membawa bekal tumpeng,” sebuah simbol tentang kekuatan, kesiapan, dan kesucian dalam menapaki perjalanan hidup menuju tujuan yang luhur.
Dalam konteks simbolik, unsur Singa menggambarkan keberanian dan wibawa seorang ksatria sejati. Singa adalah lambang kepemimpinan yang teguh, tidak gentar menghadapi tantangan, namun tetap menjunjung kehormatan dan keadilan. Ia menggambarkan sifat manusia yang mampu menguasai dirinya sendiri dan menundukkan hawa nafsu, menjadi pemimpin bagi jiwanya sebelum memimpin orang lain. Sementara itu, kata Sangu atau bekal tidak hanya diartikan secara lahiriah, tetapi juga bermakna rohaniah. Bekal sejati manusia dalam hidup bukanlah harta benda, melainkan ilmu, kebijaksanaan, kesabaran, dan keimanan. Semua itu menjadi “sangu batin” yang menuntun manusia dalam menjalani kehidupan dengan arah yang benar.
Adapun Tumpeng memiliki makna spiritual yang sangat mendalam. Dalam tradisi Jawa, tumpeng melambangkan gunung—simbol penghubung antara bumi dan langit, antara manusia dan Sang Pencipta. Bentuk kerucutnya yang menjulang ke atas menggambarkan tujuan hidup manusia yang tertinggi, yaitu mendekatkan diri kepada Tuhan. Tumpeng juga merupakan simbol rasa syukur dan kesejahteraan, menggambarkan keselarasan hidup antara kebutuhan duniawi dan rohani. Dalam konteks ini, Tumpeng menjadi perlambang puncak spiritualitas manusia, yaitu kesempurnaan hidup ketika manusia sadar akan asal dan tujuan keberadaannya—sangkan paraning dumadi.
Jika ketiga unsur ini dirangkai, Singa Sangu Tumpeng melahirkan ajaran filsafat yang indah tentang bagaimana manusia seharusnya menjalani kehidupan. Singa mengajarkan keberanian dan keteguhan hati dalam menghadapi tantangan; Sangu mengingatkan pentingnya bekal moral, spiritual, dan pengetahuan dalam setiap langkah hidup; sedangkan Tumpeng menunjukkan arah tertinggi dari perjalanan manusia, yakni menuju kesucian, keseimbangan, dan penyatuan dengan kehendak Ilahi.
Dengan demikian, filosofi keris Singa Sangu Tumpeng mengandung pesan bahwa kekuatan sejati bukan terletak pada kekuasaan atau kesaktian, melainkan pada keberanian untuk menegakkan kebenaran, kebijaksanaan dalam bertindak, serta kesadaran spiritual untuk selalu kembali kepada Tuhan. Ia menjadi simbol pemimpin sejati yang berani, bijak, berbekal kebajikan, dan memiliki tujuan hidup yang suci. Dalam kepercayaan Jawa, pusaka ini diyakini membawa tuah kewibawaan, keteguhan hati, dan kelancaran dalam meraih cita-cita. Namun di atas segalanya, makna terdalamnya terletak pada ajaran moral: bahwa setiap manusia adalah “singa” bagi dirinya sendiri, yang harus berbekal kebajikan dan menapaki jalan hidup menuju puncak spiritual—menuju Tuhan yang Maha Luhur.
Pamor Segoro Muncar
Secara harfiah, Segoro Muncar berarti “lautan yang bergelora atau memancar.” Dalam simbolisme Jawa, lautan menggambarkan keluasan, kedalaman, dan sumber kehidupan. Pamor ini dipercaya membawa tuah untuk memudahkan dan meluaskan rezeki, memperluas pergaulan, serta memberikan keselamatan bagi pemiliknya. Makna tersebut mengajarkan bahwa rezeki tidak datang hanya karena keberuntungan, melainkan melalui usaha yang terus-menerus disertai kelapangan hati dan pikiran yang terbuka.
Dalam aspek sosial, makna “memperluas pergaulan” bukan sekadar banyaknya teman, tetapi kemampuan untuk menjalin hubungan yang positif dan saling memberi manfaat. Setiap pertemanan adalah jembatan untuk belajar, bertukar gagasan, dan memperkaya pengalaman. Dengan memperluas relasi dan membuka diri terhadap kebaikan dari orang lain, seseorang akan memperoleh wawasan baru yang menunjang kemajuan diri dan membuka peluang rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.
Dengan demikian, Pamor Segoro Muncar tidak hanya melambangkan kelancaran rezeki secara material, tetapi juga pertumbuhan spiritual dan sosial. Ia mengingatkan bahwa kehidupan yang sejahtera harus dibangun dengan ketekunan, kebijaksanaan dalam bergaul, dan hati yang lapang seperti samudra. Ketika seseorang menapaki hidup dengan semangat seperti lautan yang terus memancar tanpa henti, maka segala tujuan dan harapan akan menemukan jalannya sendiri menuju keberkahan.
Tangguh HB V – Hamengkubuwana ke-5
Pusaka dari tangguh Ngayogyakarta Hadiningrat itu memang dikenal memiliki gaya khas yang memadukan karakter tangguh Majapahit dan Mataram.
Perpaduan ini mencerminkan kesinambungan tradisi perkerisan yang terus hidup dan berkembang dari masa ke masa.
Pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwana V, yang memerintah dari tahun 1823 hingga 1855 Masehi, Kesultanan Yogyakarta berada dalam fase transisi politik dan budaya yang cukup kompleks.
Di satu sisi, pengaruh kolonial Belanda kian mencengkeram, memaksa istana untuk bersiasat demi mempertahankan martabat dan identitas budaya Jawa.
Di sisi lain, kraton justru semakin meneguhkan posisinya sebagai pusat budaya, seni, dan spiritualitas.
Dalam situasi demikian, pusaka dan simbol-simbol kekuasaan spiritual mendapat tempat yang sangat istimewa.
Keris tidak sekadar dianggap sebagai senjata atau pelengkap busana kebesaran, tetapi juga sebagai perwujudan kedaulatan batin, spiritualitas raja, dan lambang kewibawaan negara.
Pusaka seperti Keris Singa Sangu Tumpeng Tinatah Emas ini mencerminkan cita rasa artistik istana sekaligus menyimpan narasi kebesaran yang lebih dalam.
Dalam konteks sejarahnya, pusaka seperti ini kemungkinan besar dibuat oleh empu-empu pilihan yang masih bernaung di bawah patronase kraton.
Proses penempaan tidak semata-mata dilakukan dengan keterampilan teknis, tetapi juga melalui ritual, tapa, dan laku batin yang mendalam.
Tak heran jika aura atau karisma pusaka ini masih terasa hingga kini, bahkan ketika ia hanya diam dalam warangkanya.
TAG160
Keris Singa Sangu Tumpeng Kinatah Emas HB V
| Berat | 1500 gram |
| Kondisi | Bekas |
| Dilihat | 2.702 kali |
| Diskusi | Belum ada komentar |
Dhapur Santan Keris Dhapur Santan adalah satu dhapur keris luk 11 yang sekarang sangat jarang dijumpai dan termasuk dhapur langka. Memiliki ricikan pejetan, tikel alis, sogokan depan, kembang kacang, lambe gajah, greneng. Pada tahun jawa 522, Empu Sugati membuat pusaka ber-dhapur Santan dan Karacan atas perintah dari Prabu Kala di Negeri Purwacarito, Prabu Kala merupakan… selengkapnya
Rp 4.111.000Keris Carita Genengan Pamor Banyu Mili Carita Genengan berasal dari kata Carita (lakon atau perjalanan hidup) dan Genengan (Gunungan dalam wayang, melambangkan perjalanan spiritual manusia). Keris ini menggambarkan bahwa setiap individu menjalani kisah hidupnya sesuai dengan pilihan dan perannya masing-masing. Seperti Gunungan yang meruncing ke atas, manusia diharapkan semakin mendekat pada kesempurnaan jiwa, menyatukan rasa,… selengkapnya
Rp 3.500.000Keris Pasopati Pamor Pedaringan Kebak Mutrani PB X Meskipun pusaka ini tergolong Yassan Enggal atau yang sering disebut sebagai kamardikan, bukan berarti ia kehilangan nilai luhur. Justru di balik wujudnya yang lebih muda, tersimpan keistimewaan dan kualitas tinggi yang layak untuk dibabar bersama. Dari segi gaya atau style-nya, keris ini mengikuti pakem keris-keris Pakubuwanan, atau… selengkapnya
Rp 10.000.000Dhapur Dholog Dholog adalah salah satu bentuk dhapur keris luk lima. Ukuran panjang bilahnya sedang. Keris ini memakai gandik lugas, sogokan rangkap, tikel alis dan sraweyan. Ricikan lainnya tidak ada. “Jati nom arane dholog” Dholog berasal dari bahasa sansekerta yang artinya pohon jati muda. Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini ada masanya. Ada masa… selengkapnya
Rp 2.500.000Keris Pasopati Tangguh Madiun Sepuh Keris berdhapur Pasopati merupakan salah satu dhapur yang cukup terkenal dalam dunia perkerisan Nusantara, terutama karena keterkaitannya dengan kisah agung Mahabharata. Nama Pasopati berasal dari senjata sakti milik Batara Guru (Sang Hyang Siwa), yang kemudian diberikan kepada Arjuna — sang ksatria pilihan yang berhati suci, teguh dalam tapa, dan tak… selengkapnya
Rp 4.500.000Keris Brojol Pamor Sumur Bandung Keris ini dhapurnya Brojol dengan tangguh Pajajaran. Motif pamor sumur bandung itu membentuk bulatan-bulatan tanpa isian yang seolah berwarna bulatan hitam besi. Bentuk motif pamor berupa bulatan mengingatkan pada sumur sebagai simbol kedalaman batin dan sumber kehidupan. Dalam filosofi Jawa, sumur melambangkan pencarian spiritual yang tak pernah berhenti—semakin dalam digali,… selengkapnya
Rp 2.500.000




























Belum ada komentar, buka diskusi dengan komentar Anda.