Beranda » Jalak Sangu Tumpeng » Keris Jalak Sangu Tumpeng Tangguh Madiun Sepuh
click image to preview activate zoom

Keris Jalak Sangu Tumpeng Tangguh Madiun Sepuh

Rp 3.500.000
KodeF173
Stok Tersedia (1)
Kategori Jalak Sangu Tumpeng, Keris
Jenis : Keris Lurus
Dhapur Jalak Sangu Tumpeng
Pamor Ngulit Semangka
Tangguh Madiun
Warangka : Gayaman Surakarta, Kayu Timoho
Deder/Handle : Yudawinatan, Kayu Trembalo
Mendak : Widengan Bahan Kuningan
Pendok : Blewah, Bahan Kuningan
Tentukan pilihan yang tersedia!
Bagikan ke

Keris Jalak Sangu Tumpeng Tangguh Madiun Sepuh

Keris Jalak Sangu Tumpeng Tangguh Madiun Sepuh

Empat pusaka ini sejak dahulu dipercaya sebagai “pusaka wajib” bagi lelaki Jawa: Brojol, Tilam Upih, Tilam Sari, dan Jalak Sangu Tumpeng.
Kali ini, kita mengulas salah satu yang paling menarik—Jalak Sangu Tumpeng. Bahkan beberapa sumber menyebut pusaka utama Keraton Yogyakarta, Kanjeng Kyai Ageng Kopek, juga berdhapur Jalak Sangu Tumpeng.

Pusaka yang kita bahas ini mengenakan busana Gayaman Surakarta dengan kayu timoho, pendok blewah kuningan lawasan yang tebal, serta handle yudawinatan dari kayu trembalo. Ukiran pada deder digarap sangat detail, halus, dan dalam—memberi kesan wangun, prasaja, mriyayeni, dan tentu saja ndudut ati.

Mari kita buka isinya:
– Pusaka lurus
– Dhapur Jalak Sangu Tumpeng
– Pamor Ngulit Semangka
– Tangguh Madiun Sepuh

Sebelum masuk ke filosofi dhapur, kita perlu menyinggung terlebih dahulu karakter keris Madiun—wilayah yang sejarahnya tak pernah lepas dari tosan aji. Lambang Kabupaten Madiun saja meletakkan keris tepat di tengah sebagai penanda jati diri.

Dalam lintasan sejarah, Madiun merupakan kadipaten yang keras kepala terhadap superioritas Mataram. Demi mempertahankan diri, Purbaya harus memperbanyak produksi senjata—keris, tombak, dan tosan aji lain.
Dari situ lahirlah keris-keris Madiun yang tempaannya matang, wataknya tegas, dan bahannya mengikuti zaman yang penuh pergolakan.

Sebagian orang menilai keris Madiun “wagu”, pamornya sederhana, atau tidak berpenampilan keraton. Namun bagi banyak penghobi dan pelaku isoteri, keris Madiun justru menyimpan daya berbeda: nggegirisi, angker, dan penuh wibawa. Tidak heran bila sejarah Purbaya sarat dengan pusaka-pusaka ampuh, termasuk legenda Kanjeng Kyai Kala Gumarang yang konon membuat Panembahan Senapati gagal dua kali menundukkan wilayah ini.

Dari masa ke masa, karakter besi keris Madiun mengikuti pengaruh kerajaan besar: Majapahit, Demak–Pajang, Mataram, hingga Surakarta–Yogyakarta. Karena itu, dalam penangguhan dikenal kaidah: jika besinya bercorak Majapahit, maka sezaman Majapahit; bila bercorak Mataram, maka ia Madiun era Mataram, dan seterusnya.

Pada awal abad ke-19, terutama di Desa Sewulan, Madiun Selatan, banyak keris bermutu tinggi dibuat oleh empu-empu lokal. Tradisi ini bertahan lama hingga masa keemasan di era Bupati Kusnodiningrat pada awal 1900-an, sebelum kemudian memudar pada dekade 1970-an.

Sekarang mari kita kembali pada Jalak Sangu Tumpeng.

Dhapur ini secara ricikan sebenarnya sederhana: gandik lugas, tikel alis, pejetan, sogokan rangkap, sraweyan, dan ri pandan. Namun nilai simbolik dan filosofi yang dikandungnya sangat dalam.
Secara harfiah, Jalak Sangu Tumpeng berarti “burung jalak yang membawa sangu tumpeng”.

Dalam budaya Jawa, jalak adalah lambang ketangkasan, kewaspadaan, dan kecerdikan menilai situasi.
Sementara sangu tumpeng merupakan perlambang bekal hidup—kemakmuran, kesejahteraan, dan kelengkapan lahir batin.

Kombinasi keduanya menjadikan dhapur ini simbol:
— kesiapan menghadapi hidup
— kecerdasan dan ketangkasan batin
— perlindungan
— kemakmuran dan keberkahan

Dalam konteks keris, Jalak Sangu Tumpeng dianggap membawa watak bilah yang lincah, tangkas, dan mendatangkan kecukupan bagi pemiliknya. Ia dipercaya membimbing seseorang untuk lebih bijak, waspada, dan mampu menjaga diri dalam berbagai keadaan.

Di lingkungan Keraton Yogyakarta, Kanjeng Kyai Ageng Kopek—pusaka utama raja—juga dikisahkan berdhapur Jalak Sangu Tumpeng. Sor-sorannya bahkan berhiaskan emas seperti Panji Wilis, menandakan betapa tingginya kedudukan dhapur ini.

Secara filosofis, dhapur ini mengajarkan bahwa manusia harus senantiasa membawa sangu—bukan hanya makanan, tetapi juga ilmu, kebijaksanaan, dan kesadaran rohani—agar hidupnya berjalan seimbang dan penuh berkah.

Karena itulah Jalak Sangu Tumpeng mendapat tempat istimewa di mata masyarakat Jawa. Ia bukan sekadar pusaka, melainkan panduan hidup, pengingat bahwa kesuksesan lahir dari kesiapan, kelengkapan batin, dan kematangan dalam melangkah.

F173

Keris Jalak Sangu Tumpeng Tangguh Madiun Sepuh

Berat 1500 gram
Kondisi Bekas
Dilihat 582 kali
Diskusi Belum ada komentar

Belum ada komentar, buka diskusi dengan komentar Anda.

Silahkan tulis komentar Anda

Produk Terkait