● online
- Keris Tilam Upih Pamor Jung Isi Dunyo Tangguh Bage
- Keris Sengkelat Tinatah Panji Wilis
- Keris Naga Liman Kinatah Emas
- Keris Tilam Sari PB IX
- Keris Santan Pamor Pandita Bala Pandita
- Keris Naga Penganten Kinatah Emas
- Keris Pasopati Damar Murub Urubing Dilah
- Keris Panimbal Kinatah Emas Pamor Untu Walang
Keris Pamor Satrio Pinayungan
Rp 5.555.000| Kode | DON145 |
| Stok | Tersedia (1) |
| Kategori | Brojol, Keris |
| Jenis | : Keris Lurus |
| Dhapur | : Brojol (Corok) |
| Pamor | : Satrio Pinayungan |
| Tangguh | : Kesultanan Cirebon |
| Warangka | : Branggah Yogyakarta, Kayu Trembalo |
Keris Pamor Satrio Pinayungan
Dhapur Brojol
Filosofi keris dhapur brojol, seperti layaknya bayi yang sedang lahir. Belum memiliki apapun kecuali berpasrah diri kepada ibunya. Begitulah kita berpasrah diri kepada Tuhan YME. Sesungguhnya dengan kelahiran itu kita di ingatkan kembali tentang asal muasal kita ada.
Keris dengan dhapur borjol dapat juga dimaknai sebagai sebuah pengejawantahan keinginan dan harapan manusia untuk senantiasa dapat lancar segala sesuatunya (mbrojol) dalam menyelesaikan segala kesulitan hidup yang dihadapinya. Tuahnya dipercaya untuk melancarkan segala urusan hidup dari mulai pekerjaan, rumah tangga, sosial dan lain-lain.
Pamor Satrio Pinayungan
Pamor Satrio Pinayungan atau Satriya Pinayungan dalam makna harfiah atau arti secara literal adalah (seorang) Satriya (yang selalu) Pinayungan. Pinayungan sendiri dalam bahasa Jawa berarti dipayungi atau dilindungi oleh Tuhan YME. Maka makna denotasi dari Satriya Pinayungan adalah seorang ksatriya yang selalu dilindungi oleh Tuhan YME. Dari segi bentuknya, setidaknya terdapat dua (2) versi motif penggambaran Satriya Pinayungan. Versi pertama (seperti pada pusaka ini) banyak dianut oleh pecinta keris dari Surakarta dan Jawa Timur, bentuknya berupa pamor apa saja seperti beras wutah, bawang sebungkul atau pamor lainnya, lalu di atasnya pamor itu terdapat pamor kudhung (biasanya di dekat pucuk bilah). Motif pamor Satriya Pinayungan yang pertama ini dipercaya sebagai keris piyandel kepemimpinan, oleh karenanya banyak diburu oleh mereka yang aktif dalam kancah politik, serta kedinasan seperti militer dan polri.
Sedangkan versi kedua banyak dianut oleh pecinta keris di Yogyakarta, Banyumas dan sekitarnya gambaran pada bagian sor-sorannya menyerupai udan mas, tetapi bentuknya lebih teratur: tiga bulatan mendatar, diteruskan dengan beberapa bulatan ke atasnya, dan dianggap lebih cocok bagi mereka yang berwiraswasta. Menurut kepercayaan tuah pamor Satriya Pinanyungan baik versi pertama maupun versi kedua adalah sama, yakni memberi perlindungan kepada pemiliknya dari bahaya atau hal-hal yang tidak diinginkan (selamet), dihargai dan dihormati orang banyak, serta konon dapat menjauhkan fitnah dan sirik (iri) orang lain terhadapnya. Hanya saja, tanpa paham ujung pangkalnya di kalangan para pecinta tosan aji didapatkan sebuah realita jika nilai mas kawin (mahar) Satriya Pinanyungan versi pertama jauh lebih tinggi dari versi yang kedua hingga banyak muncul “pamor Satriya Pinayungan versi pertama susulan”.
Dan ternyata masih ada satu lagi jenis Pamor Satrio Pinayungan (ada pula yang menyebut Satrio Kinayungan) yakni versi Madura yang hampir sama dengan versi Surakarta. Bedanya pada pamor Satrio Pinayungan versi Madura segumpal pamor yang berada di bagian sor-soran dihubungkan dengan pamor Sodo Lanang yang berarti lidi jantan dengan pamor Kudung di bagian pucuk bilah, yang berarti penutup kepala/topi dapat pula diartikan payung. Pamor ini digolongkan pamor rekan, dimaksudkan sebagai doa/permohonan kepada Yang Maha Kuasa agar pemiliknya selalu bernasib baik dalam situasi apapun.
Seberapa jauhkah kita memaknai sebuah simbol, sebegitu bermakna pula simbol itu bagi kita. Setiap simbol sudah barang tentu memiliki makna filosofis yang mengambarkan secara singkat tentang tujuan simbol itu. Mari kita tengok bentuk pamor Satriya Pinayungan ini dimana pada bagian pucuk bilah mirip dengan anak panah yang selalu runcing di bagian ujungnya. Ibarat Pasoepati, anak panah ksatriya terpilih yang mampu menewaskan Raja Raksasa Niwatakawaca, Adipati Karna, Jayadrata dan Aswatama. Demikian juga pusaka ini bak sebuah lukisan seorang maestro yang mampu mengubah aura sebuah ruangan dan mengubah cara kita melihat warna. Dan dalam dunia tosan aji dikenal adanya keris mahanani, yang diyakini sebagai keris yang memang memiliki tuah atau kelebihan ketika dipegang oleh seseorang yang juga memiliki “darah keturunan/bakat/kemampuan”. Panjenengan kah Satriya Pinayungan tersebut?
Keris Corok
Bagi para penggemar Tosan Aji tentunya sudah tidak asing dengan istilah Keris Corok, yaitu Keris yang memiliki ukuran panjang bilah tidak biasa.
Corok bukanlah nama dari dhapur Keris, tapi hanya istilah untuk menyebut Keris-Keris yang ukuran bilahnya lebih panjang dari ukuran normal Keris Jawa pada umumnya. Jadi, Keris Corok bisa berdhapur apa saja.
Pada umumnya panjang rata-rata Keris Jawa kurang dari 40 cm, dan jika ada Keris yang ukurannya lebih panjang dari 40 cm maka Keris tersebut disebut sebagai Keris Corok.
Selain ukuran bilahnya yang lebih panjang dan lebih besar dari Keris Jawa pada umumnya, Keris Corok juga dipercaya memiliki kekuatan ghaib atau isoteri yang lebih besar dan lebih kuat dari Keris-Keris ukuran standar. Maka tidak heran jika banyak orang yang memburu Keris Corok untuk dijadikan sebagai ageman atau piandel.
Karena kelangkaan dan kepercayaan akan tuahnya itulah kemudian menjadikan Keris Corok banyak diburu para pecinta Keris dan para kolektor Keris. Hal itu menjadikan nilai mahar atau harga Keris Corok lebih tinggi dari Keris biasa dengan kualitas barang yang sama.
Keris Corok memang istimewa, terlepas dari kepercayaan akan tuahnya yang di anggap lebih ampuh dari Keris biasa, tapi jika dilihat dari segi tampilannya saja Keris Corok sudah menampakkan aura perbawa yang begitu besar, terkesan begitu gagah dan berwibawa.
Konon pada jaman dahulu Keris-Keris yang ukuran panjang bilahnya di atas rata-rata hanya dibuat khusus untuk para pemimpin saja.
Karakter yang tampak dari bilahnya yang gagah birowo itu seakan juga ikut terpancar pada diri pemiliknya, sehingga menjadikan pemilik Keris Corok juga akan memancarkan aura kegagahan dan kewibawaan yang besar di mata orang lain.
Tangguh Cirebon
Kalau kita menyebut Cirebon, banyak orang sekarang mungkin langsung teringat pada hal-hal yang berbau mistis.
Padahal, di masa lalu Cirebon adalah kota pelabuhan besar dan kerajaan pesisir yang termasyhur, tempat bertemunya berbagai kebudayaan besar — Jawa, Sunda, Arab, Tionghoa, hingga Eropa.
Namun seiring waktu, kejayaannya seolah terkubur oleh kisah-kisah gaib dan legenda yang berkembang di masyarakat.
Berbagai cerita tentang pusaka-pusaka keraton pun kerap dibumbui oleh hal-hal yang sulit diverifikasi.
Menariknya, dalam sejarahnya, para Raja Kesultanan Cirebon tidak pernah menyebut secara jelas apa saja pusaka yang mereka miliki.
Dalam catatan keraton, hanya disebut secara umum bahwa peninggalan leluhur mereka berupa keris, tombak, dan kujang.
Beda dengan keraton lain seperti Yogyakarta yang punya Keris Kyai Joko Piturun sebagai simbol legitimasi kekuasaan,
di Cirebon, suksesi kekuasaan tidak pernah menggunakan pusaka sebagai tanda sah naiknya seorang raja.
Meski begitu, tetap ada pusaka inti yang disakralkan dan tidak diperlihatkan kepada publik,
serta pusaka umum yang kini sebagian disimpan di museum keraton.
Maka bisa dibilang, sebuah keberuntungan besar bila kita masih bisa menemukan jejak-jejak kejayaan masa lampau yang tersisa.
Keraton Kacirebonan, misalnya, tidak memiliki banyak pusaka yang tersimpan utuh di lingkungan keraton.
Sebagian besar justru bertebaran di masyarakat.
Hal ini tak lepas dari peristiwa tahun 1960, saat diberlakukannya Undang-Undang Swapraja.
Kala itu pihak keraton sempat mengira bahwa sistem kerajaan akan dibubarkan,
sehingga untuk mengantisipasi, dilakukan pembagian warisan — termasuk tanah-tanah sultan ground dan pusaka-pusaka keraton kepada para ahli waris.
Dan dari situlah, sebagian pusaka Cirebon akhirnya tersebar,
menjadi saksi bisu perjalanan panjang sebuah peradaban besar di pesisir utara Jawa yang kini tinggal jejaknya,
namun tetap menyisakan aura kebesaran dan wibawa sejarah yang sulit dilupakan.
DON145
Keris Pamor Satrio Pinayungan
| Berat | 1500 gram |
| Kondisi | Bekas |
| Dilihat | 2.239 kali |
| Diskusi | Belum ada komentar |
Keris Nogo Sosro Luk 9 Kinatah Emas Kamarogan Sepuh Tangguh Mataram Sultan Agung Jika dicermati dari prejengan-nya, pusaka ini jelas memperlihatkan langgam Mataram pada masa keemasan Sultan Agung. Proporsinya tampak serasi, dengan bilah yang luwes dan berwibawa. Pasikutan-nya ndemes, tampan, dan enak dipandang. Warna besinya agak pucat—menandakan tempa yang murni, nyaris tanpa campuran baja—memunculkan kesan… selengkapnya
Rp 100.000.000Dhapur Santan Keris Dhapur Santan adalah satu dhapur keris luk 11 yang sekarang sangat jarang dijumpai dan termasuk dhapur langka. Memiliki ricikan pejetan, tikel alis, sogokan depan, kembang kacang, lambe gajah, greneng. Pada tahun jawa 522, Empu Sugati membuat pusaka ber-dhapur Santan dan Karacan atas perintah dari Prabu Kala di Negeri Purwacarito, Prabu Kala merupakan… selengkapnya
Rp 4.111.000Dhapur Kidang Soka Keris berdhapur Kidang Soka mengandung filosofi yang kaya, diambil dari karakter kidang (rusa) yang menjadi simbol utama dhapur ini. Kidang dikenal sebagai hewan yang lincah, tangkas, dan penuh kehati-hatian; sifat-sifat ini menjadi cerminan watak yang diharapkan bagi pemilik keris. Secara spiritual, keris Kidang Soka mengajarkan keanggunan dalam bertindak, ketepatan dalam mengambil keputusan,… selengkapnya
Rp 2.300.000Keris Naga Raja Kinatah Emas Sepuh Keris berdhapur Naga Raja merupakan salah satu bentuk pusaka yang memiliki kedudukan istimewa dalam dunia perkerisan. Sebagaimana namanya, Naga Raja berarti “raja dari para naga” — simbol tertinggi dari kekuasaan, kebijaksanaan, dan pengendalian diri. Dalam pandangan budaya Jawa, naga bukan sekadar makhluk mitologis, melainkan lambang kekuatan kosmis yang menjaga… selengkapnya
Rp 55.000.000Dhapur Sengkelat Sengkelat adalah salah satu bentuk dhapur luk tiga belas. Ukuran panjang bilahnya sedang, dan memakai ada-ada, sehingga permukaannya nggigir sapi. Sengkelat memakai kembang kacang; ada yang memakai jenggot dan ada yang tidak; lambe gajah-nya hanya satu. Selain itu ricikan lainnya adalah sogokan rangkap ukuran normal, sraweyan, ri pandan, greneng, dan kruwingan. Dhapur Sengkelat… selengkapnya
Rp 4.500.000


























Belum ada komentar, buka diskusi dengan komentar Anda.