● online
- Keris Kidang Soka Luk 7 Pamor Adeg Rambut
- Keris Sengkelat Mataram Senopaten
- Keris Carita Gandhu Pamor Lar Gangsir
- Keris Sengkelat Luk 13 Amangkurat
- Keris Putut Tangguh Tuban Sepuh
- Keris Tilam Upih Pamor Jung Isi Dunyo Tangguh Bage
- Keris Sinom Kinatah Emas Mataram Amangkurat
- Keris Naga Sapta Kinatah Emas Sepuh
Keris Tilam Upih Pamor Bendo Segodo Sepuh
Rp 3.500.000| Kode | F090 |
| Stok | Tersedia (1) |
| Kategori | Keris, Tilam Upih |
| Jenis | : Keris Lurus |
| Dhapur | : Tilam Upih |
| Pamor | : Bendo Segodo |
| Tangguh | : Madiun Sepuh |
| Warangka | : Gayaman Surakarta, Bahan Kayu Timoho |
Keris Tilam Upih Pamor Bendo Segodo Sepuh
Dhapur Tilam Upih
Dalam adat Jawa, terdapat tiga peristiwa penting dalam kehidupan manusia, yaitu Metu, Manten, dan Mati—atau kelahiran, perkawinan, dan kematian. Peristiwa perkawinan memiliki tradisi khusus berupa keris Kancing Gelung, di mana pada masa lampau, orang tua pihak mempelai perempuan memiliki kewajiban utama memberikan keris pusaka kepada mempelai pria sebagai Kancing Gelung. Jika pihak mempelai wanita tidak memilikinya, maka keluarga mempelai pria berkewajiban memberikan pusaka sebagai Cundhuk Ukel. Bahkan menurut catatan sejarah, Sunan PB X dikenal gemar memberikan Kancing Gelung kepada putra mantunya. Tradisi ini tidak terbatas pada keluarga kraton saja, tetapi juga dijalankan oleh masyarakat umum. Salah satu keris yang banyak digunakan untuk tujuan ini adalah keris berdhapur Tilam Upih, sehingga dhapur ini menjadi populer dan paling sering dijumpai hingga kini.
Pemberian keris Kancing Gelung atau Cundhuk Ukel memiliki beberapa makna penting. Pertama, keris berfungsi sebagai simbol konkret bahwa penerima sudah dilepas dari masa lajang dan dipersilakan memasuki masa kedewasaan melalui pintu gerbang pernikahan, sekaligus menjadi kancing atau pengunci yang menegaskan kepastian perjodohan. Kedua, keris berperan sebagai pasren atau pemersatu, menumbuhkan keserasian dan kebersamaan dalam menjalani rumah tangga. Ketiga, sebagai pusaka, keris menyampaikan harapan, petuah, restu, dan piyandel—sebagai penyemangat dalam kehidupan berumah tangga. Keempat, keris juga berfungsi sebagai senjata perlindungan bagi calon pengantin pria; bahkan dalam sejarahnya, keris Kancing Gelung sering dibawa ke medan peperangan baik sebagai senjata maupun sebagai simbol kekuatan spiritual bagi pemiliknya.
Pamor Bendo Segodo
Pamor Bendo Segodo atau Bendo Sagodo, orang-0rang di Semenanjung melayu menyebutnya pamor “butir petai”. Lalu apa arti bendha segada sebenarnya? Artinya adalah bendha sebesar gada. Bendo disini bukanlah sama artinya dengan benda atau dalam bahasa indonesia berarti barang, tetapi adalah nama sebuah tanaman atau pohon (semacam tumbuhan merambat yang buahnya seperti petai tetapi jauh lebih besar, isinya dipergunakan untuk memasak, kurang lebih sebesar telur mata sapi). Sedangkan sagodo adalah sebesar gada, orang jawa biasa menyebut benda yang dianggapnya lebih besar dari ukuran rata-rata secara hiperbolis dengan ukuran segada. Bentuk gambaran pamor ini menyerupai bulatan bulatan pamor yang terangkai mengelompok rapat, seperti “biji petai sepapan” tersusun dari bawah ke atas sepanjang bilah. Ditinjau dari terjadinya pamor, bendo segodo tergolong pamor rekan, yakni pamor yang bentuk gambaranya telah dirancang terlebih dahulu oleh sang Empu.
Segala sesuatunya selalu dikaitkan dengan kekuatan-kekuatan alam, sesuatu yang metafisik, sebagaimana orang Jawa memahami kerisnya. Menurut sebagian pecintanya, rangkaian butir-butir bendha/petai dalam keris dan tombak melambangkan kemudahan rezeki yang berkesinambungan, membuat pemilikya lebih gampang mencari rejeki yang besar-besar, mengumpulkan hasil yang banyak dan kesejahteraan lebih baik. Seperti udan emas yang lebih banyak ditemukan pada keris brojol dan tilam upih.
Bendo segodo tergolong pamor yang banyak penggemarnya sehubungan dengan tuahnya, tak heran banyak ditaruh pada keris-keris patrem dan keris kecil (jimatan) semisal nogo kikik/nogo sri/nogo gresik. Oleh karena itu, pamor ini banyak dicari sebagai “piyandel” oleh mereka yang hidup berniaga sebagai pedagang atau pada jaman dahulu saudagar. Pamor ini tergolong tidak pemilih, dapat cocok dipakai oleh siapapun.
Tangguh Madiun
Madiun tak bisa dipisahkan dari sejarah tosan aji. Hampir setiap peristiwa penting di daerah ini selalu berkaitan dengan keris, bahkan lambang kotanya memakai ikon keris di tengah. Setelah runtuhnya Pajang, Madiun yang enggan tunduk pada Mataram memperkuat diri dengan membuat banyak senjata, termasuk keris dan tombak. Karena dibuat di masa perang, keris Madiun lebih menonjolkan kekuatan ketimbang keindahan.
Bentuknya sering dianggap wagu dan sederhana, namun memiliki aura yang kuat dan angker. Dikenal pula bahwa Madiun pernah dua kali menggagalkan serangan Panembahan Senopati berkat pusaka Kanjeng Kiai Kala Gumarang. Akhirnya, lewat siasat pura-pura takluk, Mataram berhasil menguasai wilayah ini yang kemudian dikenal sebagai Madiun sejak 16 November 1950.
Namun anggapan bahwa semua keris Madiun berwujud sederhana dibantah oleh para empu lokal. Pada abad ke-19, Desa Sewulan di Madiun Selatan dikenal menghasilkan keris-keris berkualitas tinggi. Desa ini diyakini sebagai tanah perdikan peninggalan Majapahit dan tempat tinggal Empu Suro dari Demak, leluhur para pembuat keris Madiun. Masa keemasan Empu Sewulan terjadi di era Bupati Kusnodiningrat (1900–1929), ketika setiap lurah di Madiun mendapat hadiah sebilah keris. Sayangnya, sejak 1970-an, tradisi itu memudar dan para keturunan empu beralih menjadi pande besi.
P090
Keris Tilam Upih Pamor Bendo Segodo Sepuh
| Berat | 1500 gram |
| Kondisi | Bekas |
| Dilihat | 1.125 kali |
| Diskusi | Belum ada komentar |
Dhapur Carubuk Luk 7 Keris Carubuk adalah salah satu dhapur luk 7 yang cukup populer dan memiliki kisah yang sangat menarik di balik kehadirannya. Menurut cerita rakyat, pusaka ini diyakini sebagai salah satu peninggalan Sunan Kalijaga, hasil karya Empu Supa Anom, sang pandai besi legendaris yang hidup sezaman dengan para wali. Konon, awalnya Sunan Kalijaga… selengkapnya
Rp 7.777.000Keris Murma Malela Mataram Amangkurat Nama Murma Malela sendiri berasal dari dua kata Jawa kuno: murma yang berarti tenang, sabar, dan pasrah, serta malela yang berarti berani, teguh, dan tidak gentar. Maka, filosofi dari Murma Malela adalah keteguhan dalam ketenangan — keberanian yang tidak lahir dari amarah, melainkan dari keyakinan. Ia menjadi simbol pribadi yang… selengkapnya
Rp 3.700.000Keris Paksi Naga Liman Kinatah Emas Secara prejengan-nya, pusaka ini tampil dengan kemegahan yang sulit diabaikan. Indah, anggun, dan seolah memancarkan kesempurnaan dari setiap sisinya. Mulai dari material besi dan pamornya yang luar biasa, pasikutannya yang gagah, hingga ornamen tinatah emas yang menegaskan kewibawaannya. Motif pamor Uler Lulut yang menjalar di sepanjang bilah tampak hidup… selengkapnya
Rp 100.000.000







Belum ada komentar, buka diskusi dengan komentar Anda.