● online
- Keris Brojol Pamor Kul Buntet Sekar Lampes
- Keris Pasupati Kinatah Emas Panji Wilis
- Keris Pasupati Tangguh Mataram Kartasura
- Keris Carang Soka Pamor Lintang Kemukus
- Keris Carita Keprabon Mataram Sultan Agung
- Keris Mangkurat Pamor Pedaringan Kebak
- Keris Tilam Upih Pamor Tambal Pajajaran
- Keris Jalak Ngore Pamor Ron Genduru Sinebit Wineng
Keris Sempana Luk 9 Pamor Banyu Mili
Rp 3.300.000| Kode | GT193 |
| Stok | Tersedia (1) |
| Kategori | Keris, Sempana |
| Jenis | : Keris Luk 9 |
| Dhapur | : Sempana |
| Pamor | : Banyu Mili |
| Tangguh | : Pajajaran |
| Warangka | : Ladrang Surakarta, Kayu Trembalo Iras |
| Deder/Handle | : Yudawinatan, Kayu Kemuning |
| Mendak | : Untu Walang Bahan Kuningan |
| Pendok | : Blewah, Bahan Kuningan |
Keris Sempana Luk 9 Pamor Banyu Mili
Dhapur Sempana Luk 9
SEMPONO, adalah salah satu bentuk dhapur keris luk sembilan, yang tergolong sederhana. Keris ini hanya memakai kembang kacang, lambe gajahnya satu dan greneng. Ricikan lainnya tidak ada. Walaupun sederhana penampilannya, Sempana termasuk dhapur keris yang populer dan sering dijumpai. Pada jaman dahulu keris dengan dhapur sempono banyak dimiliki oleh para abdi dalem.
FILOSOFI LUK SEMBILAN, Dalam khasanah Jawa kalimat di atas sangat akrab diucapkan orang-orang tua : ‘Yen Kowe Kepingin Selamet, Jogoen Bolongan Songo utowo babakan Songo‘, artinya jika kamu kepingin selamat dunia ahirat, jagalah Sembilan lubang atau Sembilan perkara. Hawa/Howo bahasa Jawa dapat berarti lubang, dan Hawa dalam bahasa Arab dapat pula berarti keinginan atau kehendak, merupakan pemicu hawa (keinginan) dalam diri jiwani manusia. Dan Songo adalah sembilan. Ternyata, secara fisik juga bisa kita pahami bahwa bolongan songo yang dimaksud orang-orang tua dulu adalah: jumlah lubang telinga 2, lubang mata 2, lubang hidung 2, mulut 1, yang dua menurut mereka yaitu lubang depan 1 dan belakang 1 (Qubul dan Dubur), sehingga totalnya menjadi sembilan (9) lubang.
Babahan Hawa Sanga mengajak melatih kesetiaan tubuh jasmani (eling lan waspodo), dengan cara membangun keteguhan, ketekunan dan kepastian terhadap Sang Pencipta. Manusia pada dasarnya dituntut dua pilihan dalam proses pencapaian rohani atau diri pribadi yang tinggi, yaitu memilih jalan luhur atau memilih jalan pintas. Babahan Hawa Sanga mengajarkan manusia untuk memilih jalan luhur dan selalu waspada dengan jalan pintas yang ditawarkan setan, karena melalui sembilan lubang inilah sebenarnya manusia bisa mencapai derajat mulia dimana manusia akan lebih terarah hidup dan kehidupannya ketika mau berikhtiar untuk mengontrol 9 lubang hawa tadi, karena sebenarnya fitrah dari 9 jalan tadi adalah kesucian dan jalan pengabdian kepada Sang Khaliq. Atau sebaliknya, melalui lubang Sembilan inilah manusia bisa lebih hina dari pada hewan yang paling hina, ketika manusia tidak mampu menjaganya.
Dhapur keris luk sembilan, umumnya dikaitkan dengan perlambang bantuan dan penunjang karier pemiliknya. Pemilik keris ini biasanya dianggap memiliki ambisi untuk maju dalam hal karier. Jadi pada umumnya taksu keriss berdhapur luk sembilan dianggap dapat membantu memelihara ambisi pemiliknya untuk lebih maju guna mencapai jenjan karier yang lebih tinggi.
Pamor Banyu Mili
PAMOR BANYU MILI, atau sering disebut iling warih yang secara harfiah berarti air yang mengalir. Merupakan salah satu motif pamor yang bentuk gambarannya menyerupai garis-garis yang membujur dari pangkal bilah hingga ke ujung. Garis-garis pamor itu ada yang utuh, ada yang putus-putus, dan banyak juga yang bercabang. Garis yang berkelok-kelok itu seolah menampilkan kesan mirip gambaran air sedang mengalir.
Tuhan menciptakan air agar manusia bisa mengambil pelajaran darinya. “Hidup yang mengalir seperti air” bukan berarti kita tidak mempunyai arah dan tujuan, atau sekedar berpasrah diri terhadap keadaan. Justru sebaliknya, dengan kita meniru air yang mengalir, kita seharusnya mempunyai visi dalam kehidupan. Hal utama yang patut diteladani dari perjalanan air menuju muara adalah keyakinan dan konsitensinya. Tak peduli seberapa jauh jaraknya dari muara, air pasti akan tiba di sana.
Bagi seorang pemimpin, sifat dari air yang selalu mengalir ke tempat lebih rendah, analog dengan sikap rendah hati yang harus ia miliki. Air selalu ingin berguna bagi makhluk hidup yang ada di bawahnya. Ibarat pemimpin, air adalah sosok pemimpin yang mempunyai jiwa melayani. Saat ia di atas, maka ia akan menjadi pelayan bagi orang-orang yang membutuhkan di bawahnya. Terlebih air identik dengan sumber kehidupan, maka seorang Pemimpin yang memiliki jiwa melayani adalah sumber kesejahteraan bagi masyarakat yang dipimpinnya.
Tangguh Pajajaran
Pusaka dari era Pajajaran ini masih menyisakan pesona yang luar biasa.
Ia bukan hanya artefak, tetapi warisan peradaban yang membawa jejak masa keemasan tanah Sunda.
Jika menelusuri akar sejarahnya, Pajajaran bukan sekadar nama kerajaan, melainkan puncak perjalanan panjang kebudayaan Sunda.
Ia merupakan kelanjutan dari kerajaan-kerajaan besar sebelumnya: Tarumanegara, Galuh, Kawali, dan Sunda, yang membentuk fondasi politik dan budaya di tanah Pasundan.
Berdasarkan Prasasti Sanghyang Tapak, kerajaan ini berdiri sekitar abad ke-10 Masehi, dipimpin oleh Sri Jayabhupati.
Namun puncak keemasan Pajajaran terjadi di bawah pemerintahan Prabu Siliwangi, atau Sri Baduga Maharaja, yang naik tahta pada tahun 1428 Masehi.
Pada masa itu, rakyat hidup tenteram dan sejahtera di bawah ajaran silih asah, silih asih, silih asuh — saling mengasah pengetahuan, saling mengasihi, dan saling menjaga.
Prabu Siliwangi dikenal bijaksana, menegakkan keadilan, serta memajukan agama dan kebudayaan.
Ia juga memperkuat pertahanan dengan seratus ribu prajurit dan puluhan gajah perang — simbol kejayaan dan kemakmuran Pajajaran.
Namun waktu tak pernah berhenti.
Seiring datangnya pengaruh Islam dan menguatnya Kesultanan Banten, sinar Pajajaran perlahan meredup.
Tahun 1579 menjadi penanda berakhirnya masa gemilang itu, ketika Maulana Yusuf dari Banten menyerang Pakuan dan membawa Palangka Sriman Sriwacana, singgasana kebesaran Pajajaran, ke Surosowan.
Sejak saat itu, nama Pajajaran hanya tinggal legenda — bergema dalam naskah-naskah kuno dan ingatan rakyat.
Para bangsawan yang tersisa mengasingkan diri ke pedalaman Lebak, mempertahankan cara hidup lama yang berpadu dengan alam.
Mereka inilah yang kini dikenal sebagai masyarakat Baduy, pewaris nilai-nilai luhur Pajajaran yang tetap hidup hingga hari ini.
Begitulah hakikat sebuah keris — ia tidak hanya bisa dibaca dari bentuk dan keindahannya saja,
tetapi juga dari nilai filosofi, kisah sejarah, dan pesan peradaban yang dikandungnya.
Dalam sebilah bilah besi, tersimpan kisah manusia, doa, dan kebijaksanaan dari masa silam.
GT193
Keris Sempana Luk 9 Pamor Banyu Mili
| Berat | 1500 gram |
| Kondisi | Bekas |
| Dilihat | 567 kali |
| Diskusi | Belum ada komentar |
Keris Brojol Pamor Kul Buntet Sekar Lampes Mendapatkan pusaka sekelas ini kini menjadi hal yang semakin langka. Di era digital seperti sekarang, ketika literasi dan informasi begitu mudah diakses, banyak orang mulai memahami dan menelusuri dunia tosan aji dengan lebih cermat. Mereka tahu membedakan mana keris yang sekadar indah, mana yang benar-benar langka, dan mana… selengkapnya
Rp 15.000.000Dhapur Panji Anom Dhapur Keris Panji Anom atau Panji Nom dikenal dengan salah satu keris yang memiliki bentuk lurus ini merupakan salah satu pusaka yang masih dicari oleh kebanyakan orang terutama untuk para pecinta keris. Bentuk dari keris pusaka panji anom ini seperti membungkuk dan mempunyai ukuran panjang yang sedang, permukaan bilahnya nggigir sapi. Keris… selengkapnya
Rp 40.000.000Dhapur Keris Tilam Upih Menurut kitab sejarah Narendra Ing Tanah Jawi (1928) dhapur Tilam Upih (diberi nama Jaka Piturun) dibuat bebarengan dengan dhapur Balebang (diberi nama Pamunah) pada tahun 261 Saka pada era pemerintahan Nata Prabu Dewa Budhawaka. Dhapur Tilam Upih merupakan dhapur yang paling populer di seluruh wilayah Nusantara dan relatif bisa dijumpai pada… selengkapnya
Rp 2.500.000Dhapur Brojol Secara dhapur, pusaka ini tampak sederhana. Ia berdhapur Brojol — bilahnya lurus, polos, tanpa banyak ricikan. Hanya terdapat pejetan sederhana dengan gandhik yang lugas, tanpa hiasan sekar kacang, ganan, atau ornamen lainnya. Namun justru di situlah letak kejujurannya. Ia tampil apa adanya, tegas, lugas, dan jernih dalam makna. Dhapur Brojol memang termasuk salah… selengkapnya
Rp 2.900.000Dhapur Tilam Upih TILAM UPIH, dalam terminologi Jawa bermakna tikar yang terbuat dari anyaman daun untuk tidur, diistilahkan untuk menunjukkan ketenteraman keluarga atau rumah tangga. Oleh karena itu, banyak sekali pusaka keluarga yang diberikan secara turun-temurun dalam dapur Tilam Upih. Ini menunjukkan adanya harapan dari para sesepuh keluarga agar anak-cucunya nanti bisa memperoleh ketenteraman dan… selengkapnya
Rp 10.000.000Dhapur Tilam Sari Menurut cerita pitutur lisan, salah satu wali-sanga, yaitu Kanjeng Sunan Kalijaga pernah menyarankan kepada pengikut-pengikut beliau, bahwa keris pusaka pertama yang harus dimiliki adalah keris dengan dapur Tilam Upih kemudian pasangannya adalah Tilam Sari. Menurut beliau keris dengan dapur ini, bisa menjadi pengikut/teman yang setia disaat suka maupun duka, disaat prihatin dan… selengkapnya
Rp 26.000.000Keris Mangkurat Pamor Pedaringan Kebak Dhapur Mangkurat pada sebuah keris merupakan simbol sosok pemimpin yang memikul amanah besar. Kata Mangkurat atau Amangkurat secara harfiah berasal dari “amangku” (memangku atau mengemban) dan “rat” (bumi atau negara), sehingga berarti pemangku negara, pengemban bumi, atau pihak yang menanggung tanggung jawab terhadap kehidupan banyak orang. Filosofi ini menggambarkan seorang… selengkapnya
Rp 4.000.000Dhapur Tilam Upih TILAM UPIH, dalam terminologi Jawa bermakna tikar yang terbuat dari anyaman daun untuk tidur, diistilahkan untuk menunjukkan ketenteraman keluarga atau rumah tangga. Oleh karena itu, banyak sekali pusaka keluarga yang diberikan secara turun-temurun dalam dapur Tilam Upih. Ini menunjukkan adanya harapan dari para sesepuh keluarga agar anak-cucunya nanti bisa memperoleh ketenteraman dan… selengkapnya
Rp 2.500.000Wedhung Wedung atau Wedhung adalah salah satu jenis senjata tradisional Jawa yang dulu merupakan kelengkapan pakaian pejabat keraton tertentu. Tidak seperti keris yang hanya dikenakan oleh pria, di keraton wedung bisa dikenakan pria dan wanita. Bentuk wedung seperti pisau pendek, ujungnya runcing, sisi depannya tajam, sedangkan punggungnya tumpul. Pada sisi depan bagian bawah ada bagian… selengkapnya
Rp 4.555.000Keris Singo Barong Pamor Pedaringan Kebak Keris Singo Barong memiliki ciri khas yaitu gandhiknya diukir hiasan singa dengan kelamin yang tegang sebagai simbol kejantanan. Motif singa pada gandhik Keris Singo Barong tampak mirip dengan kilin, yaitu arca binatang mitologi penunggu gerbang dalam budaya China yang banyak terdapat di klenteng. Artinya, hal itu menunjukkan adanya pengaruh… selengkapnya
Rp 25.000.000
















Belum ada komentar, buka diskusi dengan komentar Anda.