● online
Keris Sengkelat Kinatah Emas 9 Wadana
Rp 70.000.000| Kode | P114 |
| Stok | Tersedia (1) |
| Kategori | Keris, Sengkelat |
| Jenis | : Keris Luk 13 |
| Dhapur | : Sengkelat |
| Pamor | : Udan Mas Tiban |
| Tangguh | : Mataram Amangkurat |
| Warangka | : Ladrang Surakarta, Kayu Trembalo Iras |
Keris Sengkelat Kinatah Emas 9 Wadana
Keris Pusaka Sengkelat: Simbol Kesatria dan Peralihan Zaman
Kepopuleran keris Sengkelat tidak dapat dilepaskan dari latar sejarah politik masa lalu, terutama ketika kejayaan Majapahit mulai meredup. Dalam berbagai babad, terdapat dua versi mengenai asal-usulnya.
Versi pertama menyebut bahwa keris ini dipesan oleh Sunan Ampel kepada Mpu Supo, sementara versi lainnya mengatakan bahwa pemesannya adalah Sunan Kalijaga.
Konon, bahan utama keris ini berasal dari cis—sebatang besi runcing milik Nabi yang dahulu digunakan untuk menggiring unta. Sang empu merasa sayang bila besi itu ditempa menjadi pedang. Maka ia mengolahnya menjadi sebilah keris luk 13. Namun, sang Sunan yang memesan sempat merasa kurang puas, karena berharap logam itu dijadikan pedang, senjata yang lebih dekat dengan tradisi Arab.
Keris dianggap terlalu kental unsur Hindu-Jawa. Maka disarankanlah agar pusaka tersebut diberikan kepada Prabu Brawijaya V. Sang Prabu begitu terpukau oleh keindahannya. Sejak itu, Sengkelat dijadikan piyandel kerajaan—pusaka yang dipercaya mampu menolak pagebluk dan bahkan menandingi kesaktian keris Condong Campur.
Simbol dari Kesatria Wong Cilik
Sengkelat ibarat sosok Semar—tokoh Punakawan ciptaan Sunan Kalijaga yang tidak terdapat dalam kisah Ramayana maupun Mahabharata.
Semar adalah dewa sekaligus rakyat jelata; simbol keseimbangan antara langit dan bumi.
Begitu pula Sengkelat: pusaka yang merepresentasikan perjuangan wong cilik, rakyat sederhana yang teguh dalam laku hidupnya.
Wong cilik bukan sekadar mereka yang kekurangan secara ekonomi, tetapi simbol dari jiwa yang bekerja keras, hidup apa adanya, dan pantang menyerah meski kesempatan terbatas.
Dalam pandangan ini, nasib tidak ditentukan oleh nasab—keturunan—melainkan oleh kasab, yaitu usaha dan kerja keras.
Dan bagi seorang pemimpin sejati, itulah pengingat abadi: suara rakyat adalah suara Tuhan.
Kinatah Emas Wadana Sanga
Pusaka ini tampil berkelas dengan hiasan tinatah emas bergaya Wadana Sanga—sembilan bidang bilah yang dihiasi emas dengan keutuhan mencapai 90%.
Rinciannya: satu pada wuwungan gonjo, dua di sisi gonjo, dua di sisi gandik (panji wilis), dua di sekar kacang, dan dua pada wadidang.
Keris bertatah emas seperti ini termasuk dalam kategori pusaka ageman, yang mengedepankan keindahan dan nilai artistik.
Berbeda dengan pusaka tayuhan, yang lebih menekankan pada kekuatan garap, material, serta nilai-nilai esoterisnya.
Sebagaimana pepatah Jawa, “Ojo pamer, ojo dumeh” — jangan pamer, dan jangan merasa lebih meskipun mampu.
Sikap ini menggambarkan laku batin pemilik pusaka tayuhan yang lebih memilih kesederhanaan dalam keagungan.
Pamor Udan Mas Tiban: Hujan Keberkahan
Keris Sengkelat ini digarap dengan nilai artistik tinggi. Pasikutannya masih membawa keluwesan gaya keris era sebelumnya, namun tampil lebih garang dan berwibawa.
Pamor yang menghiasi bilahnya membentuk bulatan berlapis di sepanjang permukaan, dikenal sebagai Udan Mas Tiban.
Berbeda dari pamor Wos Wutah yang tidak berlapis, Udan Mas Tiban melambangkan doa agar sang pemilik dianugerahi kemuliaan, keberkahan, dan rezeki berlimpah—laksana hujan emas yang turun dari langit secara tiba-tiba.
Pamor bukan sekadar teknik tempa. Ia adalah bahasa simbolik—doa yang dibentuk oleh tangan dan laku spiritual sang empu.
Pada keris ini, bahan besinya matang, bajanya tebal, dengan sepuhan tua yang memperlihatkan slorok indah di sepanjang bilahnya.
Gaya garapnya membawa ciri khas masa Amangkurat, namun masih menyimpan pengaruh kuat dari era Sultan Agung.
Secara keseluruhan, keris ini memancarkan roman yang luwes namun merbawani—tampan namun garang, anggun namun mendominasi.
Sebuah pusaka yang memadukan kelembutan dan ketegasan dalam satu bilah.
Dua Zaman, Satu Pusaka
Dalam sejarahnya, masa setelah Sultan Agung menandai babak peralihan penting bagi Kesultanan Mataram.
Sultan Agung (1613–1645) dikenang sebagai raja besar, pemersatu Jawa, dan tokoh visioner yang menggabungkan nilai Islam dengan tradisi Nusantara. Namun setelah beliau wafat, kekuasaan berpindah ke putranya, Amangkurat I (1646–1677), dan arah politik Mataram pun berubah.
-
Karakter dan Arah Kepemimpinan
Sultan Agung adalah simbol perjuangan dan idealisme. Sebaliknya, Amangkurat I lebih pragmatis dan menitikberatkan pada stabilitas kekuasaan, bahkan jika harus menekan bangsawan dan ulama yang dianggap mengancam tahta. -
Hubungan dengan VOC
Jika Sultan Agung menolak keras dominasi Belanda, maka Amangkurat I membuka komunikasi dengan VOC sebagai langkah menjaga kestabilan. Pendekatan ini menimbulkan pro dan kontra, karena dianggap melemahkan kedaulatan Mataram. -
Pusat Kekuasaan dan Krisis Sosial
Amangkurat I memindahkan pusat pemerintahan ke Plered untuk menghindari pengaruh lama, namun tindakannya menimbulkan ketegangan di kalangan bangsawan dan rakyat. Ketegangan itu akhirnya meledak dalam Pemberontakan Trunajaya (1674–1680)—tanda bahwa idealisme masa Sultan Agung telah tergantikan oleh kompromi politik.
Perpaduan antara dua era ini tercermin pula pada pusaka Sengkelat.
Ia lahir dari masa transisi—masa ketika nilai perjuangan dan spiritualitas Sultan Agung mulai berbaur dengan kehalusan estetika dan kecermatan politik era Amangkurat.
Sebuah pusaka yang tidak hanya indah dipandang, tetapi juga menyimpan kisah besar tentang perubahan zaman dan pergulatan batin manusia Jawa.
Dari bilahnya yang berluk 13, kita seolah mendengar gema sejarah: tentang kebesaran, tentang kejatuhan, dan tentang laku yang terus mencari keseimbangan antara kuasa dan kebijaksanaan.
P114
Keris Sengkelat Kinatah Emas 9 Wadana
| Berat | 1500 gram |
| Kondisi | Bekas |
| Dilihat | 1.068 kali |
| Diskusi | Belum ada komentar |
Dhapur Kidang Soka Keris berdhapur Kidang Soka mengandung filosofi yang kaya, diambil dari karakter kidang (rusa) yang menjadi simbol utama dhapur ini. Kidang dikenal sebagai hewan yang lincah, tangkas, dan penuh kehati-hatian; sifat-sifat ini menjadi cerminan watak yang diharapkan bagi pemilik keris. Secara spiritual, keris Kidang Soka mengajarkan keanggunan dalam bertindak, ketepatan dalam mengambil keputusan,… selengkapnya
Rp 2.300.000Keris Sabuk Inten Keris Sabuk Inten adalah salah satu pusaka yang begitu populer dalam khazanah tosan aji. Popularitasnya tak hanya karena keindahan bentuk dan garapnya, tetapi juga karena kisah dan simbolisme yang melekat di baliknya. Dalam berbagai babad dan tutur, Sabuk Inten sering digambarkan sebagai pusaka para bangsawan—lambang kemuliaan, kemakmuran, kesuksesan, dan kejayaan. Namun, berbeda… selengkapnya
Rp 25.500.000Keris Singo Barong Luk 11 Kinatah Emas Keris Singo Barong memiliki ciri khas yaitu gandhiknya diukir hiasan singa dengan kelamin yang tegang sebagai simbol kejantanan. Motif singa pada gandhik Keris Singo Barong tampak mirip dengan kilin, yaitu arca binatang mitologi penunggu gerbang dalam budaya China yang banyak terdapat di klenteng. Artinya, hal itu menunjukkan adanya… selengkapnya
Rp 100.000.000Keris Jalak Sangu Tumpeng Tangguh Madiun Sepuh Empat pusaka ini sejak dahulu dipercaya sebagai “pusaka wajib” bagi lelaki Jawa: Brojol, Tilam Upih, Tilam Sari, dan Jalak Sangu Tumpeng. Kali ini, kita mengulas salah satu yang paling menarik—Jalak Sangu Tumpeng. Bahkan beberapa sumber menyebut pusaka utama Keraton Yogyakarta, Kanjeng Kyai Ageng Kopek, juga berdhapur Jalak Sangu… selengkapnya
Rp 3.500.000Keris Korowelang Mataram Amangkurat Sebuah pusaka langka yang kini kian jarang dijumpai. Pada bilahnya, ricikan klasik seperti sekar kacang masih tampak nggelung anggun, memancarkan keindahan di tengah kegagahan. Disusul oleh jalen, lambe gajah, pejetan, serta tingil yang menjadi ciri khasnya—meski kini mulai aus, meninggalkan jejak waktu yang halus dan jujur. Pasikutan pusaka ini membawa wibawa… selengkapnya
Rp 5.500.000Dhapur Santan Keris Dhapur Santan adalah satu dhapur keris luk 11 yang sekarang sangat jarang dijumpai dan termasuk dhapur langka. Memiliki ricikan pejetan, tikel alis, sogokan depan, kembang kacang, lambe gajah, greneng. Pada tahun jawa 522, Empu Sugati membuat pusaka ber-dhapur Santan dan Karacan atas perintah dari Prabu Kala di Negeri Purwacarito, Prabu Kala merupakan… selengkapnya
Rp 4.111.000























Belum ada komentar, buka diskusi dengan komentar Anda.