Beranda » Keris » Keris Tilam Upih Pamor Tirto Tumetes Sepuh
click image to preview activate zoom

Keris Tilam Upih Pamor Tirto Tumetes Sepuh

Rp 2.500.000
KodeP217
Stok Tersedia (1)
Kategori Keris, Tilam Upih
Jenis : Keris Lurus
Dhapur Tilam Upih
Pamor Tirto Tumetes
Tangguh : Tuban Pajajaran
Warangka : Ladrang Surakarta, Kayu Trembalo
Deder/Handle : Yudawinatan, Kayu Trembalo
Pendok : Blewah, Bahan Tembaga
Mendak : Kendhit, Bahan Kuningan
Tentukan pilihan yang tersedia!
Bagikan ke

Keris Tilam Upih Pamor Tirto Tumetes Sepuh

Dhapur Tilam Upih

Dalam adat Jawa, ada tiga peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Ketiga tahap itu yaitu, Metu, Manten dan Mati (kelahiran, perkawinan, dan kematian). Untuk peristiwa penting seperti perkawinan, dikenal dengan adanya keris kancing gelung, dimana pada jaman dahulu orang tua pihak mempelai perempuan mempunyai kewajiban yang paling utama untuk memberikan keris pusaka kepada mempelai pria sebagai Kancing Gelung. Seandainya pihak mempelai wanita tidak mempunyai, maka keluarga dari mempelai pria yang dianggap punya kewajiban untuk memberikan pusaka sebagai Cundhuk Ukel. Bahkan menurut catatan sejarah Sunan PB X gemar memberikan Kancing Gelung kepada Putra Mantu. Budaya Kancing Gelung ini tidak hanya menjadi milik keluarga kraton tapi juga masyarakat luar kraton. Keris berdhapur Tilam Upih biasanya banyak digunakan untuk keperluan tersebut, maka tidak heran hingga kini keris dengan dhapur Tilam Upih populer dan paling banyak dijumpai. Bahkan dalam buku masterpiece History of Java (1817), prajurit Jawa pada umumnya menyandang tiga buah keris sekaligus. Keris yang dikenakan di pinggang sebelah kiri, berasal dari pemberian mertua waktu pernikahan (dalam budaya Jawa disebut kancing gelung). Keris yang dikenakan di pinggang kanan berasal dari warisan leluhur atau pemberian orang tuanya sendiri, sedangkan keris pribadi diletakkan di bagian belakang.

Morfologi Tilam Upih sendiri adalah sebuah alas (tilam) yang terbuat dari daun berpelepah (upih). Nyaman sebagai pembaringan, dimana saat dingin terasa hangat dan saat panas terasa dingin (Kearifan lokal orang Jawa dengan tirakat tidur di lantai adalah untuk menghadang rejeki atau menghalangi datangnya malapetaka). Apabila dimaknai lebih dalam adalah sebuah simbolisasi laku prihatin atau tirakat. Laku adalah usaha atau upaya. Prihatin adalah sikap menahan diri, menjauhi perilaku bersenang-senang. Hakekat dan tujuan dari laku prihatin dan tirakat adalah usaha manusia untuk menjaga jalan kehidupannya supaya selalu selaras dengan ajaran budi pekerti dan kesusilaan, tidak terlena dalam kenikmatan keduniawian, dan untuk menjaga agar kehidupan manusia dalam kondisi ‘keberkahan’, selamat dan sejahtera dalam lindungan Tuhan, agar dihindarkan dari kesulitan-kesulitan dan terkabul keinginan-keinginannya. Proses laku itu sendiri mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku orang agar selalu positif, menjauhi hal-hal yang bersifat negatif (fokus pada tujuan).

Pamor Tirto Tumetes

Pamor  tirto tumetes atau sering juga disebut tetesing warih atau banyu tetes. Adalah salah satu bentuk gambaran pamor yang menyerupai tetesan air yang tidak teratur. Pamor tetesing warih tergolong pamor mlumah dan tidak memilih, siapa saja dapat memilikinya. Pamor ini dipercaya mempunyai tuah yang baik untuk membantu pemiliknya mencari rejeki. Rejeki yang lumintu, walaupun sedikit demi sedikit tetapi selalu ada saja. Itulah yang utama tuah dari Banyu Tetes.

Pamor ini juga menjadi pepeling (pengingat) dalam belajar memaknai kehidupan, dimana tetesan air bisa melubangi kerasnya batu karang. Mengajarkan kegigihan agar tidak mudah menyerah, dan selalu tekun/ulet dalam menggapai sesuatu yang kita inginkan. Karena perbedaan antara pemenang dan pecundang adalah terletak pada kegigihan. Juga mengajari bahwa segala sesuatu mungkin, asal kita istiqomah.

Tangguh Tuban Pajajaran

Istilah Tangguh Tuban Pajajaran kerap menimbulkan pertanyaan karena Tuban tidak pernah berada dalam kekuasaan Kerajaan Sunda atau Pajajaran. Penyamaan nama tersebut sesungguhnya berasal dari perjalanan para empu keturunan Pajajaran yang bermukim dan berkarya di wilayah Tuban. Catatan tutur menyebut bahwa Empu Moyo mempunyai empat anak—Empu Onggok, Empu Kuwung, Empu Keleng, dan Ni Sombro—yang mengembara ke timur dan menetap cukup lama di Tuban. Dari perpaduan teknik dan estetika yang mereka bawa lahirlah gaya perkerisan baru yang kemudian disebut sebagai Tangguh Tuban Pajajaran.

Keris-keris Tuban Pajajaran menampilkan karakter unik: gaya Tuban yang kokoh tetap dominan, namun terdapat sentuhan halus dari teknik dan rasa estetik Pajajaran—condong leleh sedikit lebih miring, sifat besi yang padat dan “dingin”, serta pamor yang memperlihatkan garis-garis khas besi Sunda. Jejak para empu Pajajaran yang berkarya di Tuban kemudian menyebar hingga ke Madura, menjadikan gaya ini sebagai salah satu akulturasi paling menarik dalam dunia perkerisan. Tuban sendiri dikenal sebagai tanah kelahiran banyak empu besar seperti Ni Sombro, Empu Suratman, Empu Jirak, hingga Empu Bekel Jati—menciptakan lanskap perkerisan yang kaya, beragam, dan bernilai tinggi.

P217

Keris Tilam Upih Pamor Tirto Tumetes Sepuh

Berat 1500 gram
Kondisi Bekas
Dilihat 565 kali
Diskusi Belum ada komentar

Belum ada komentar, buka diskusi dengan komentar Anda.

Silahkan tulis komentar Anda

Produk Terkait