● online
- Keris Dhapur Sura Tangguh Bugis Sepuh
- Keris Parungsari Cirebon Sultan Agung
- Keris Pasopati Damar Murub Urubing Dilah
- Keris Sempana Pamor Adeg Singkir
- Keris Balebang Luk 7 Bali Sepuh
- Keris Brojol Kinatah Emas Rerajahan
- Keris Jalak Ngore Pamor Ron Genduru Sinebit Wineng
- Keris Parungsari Kesultanan Cirebon
Keris Brojol Pamor Tejo Kinurung
Rp 4.500.000| Kode | P210 |
| Stok | Tersedia (1) |
| Kategori | Brojol, Keris |
| Jenis | : Keris Lurus |
| Dhapur | : Brojol |
| Pamor | : Tejo Kinurung |
| Tangguh | : Tuban Pajajaran |
| Warangka | : Gayaman Surakarta Kayu Trembalo |
| Hulu/Deder | : Yudawinatan Kayu Trembalo |
| Pendok | : Blewah Bahan Mamas |
| Mendak | : Widengan Bahan Kuningan |
Keris Brojol Pamor Tejo Kinurung
Keris Brojol Pamor Tejo Kinurung
Pusaka ini mengenakan busana model gayaman gagrak Surakarta. Kayu yang digunakan adalah kayu trembalo lawasan dengan gandar iras, yaitu dibuat tanpa sambungan sehingga memberikan kesan utuh dan kokoh. Bagian deder—yang di Surakarta dikenal sebagai jejeran—menggunakan model yudawinatan khas Surakarta, juga dari bahan trembalo lawasan. Ukirannya tampak sangat detail, dengan cecekan yang dalam dan rapi, menghadirkan kesan anggun sekaligus tegas. Adapun pendoknya memakai model blewah polos dari bahan mamas lawasan, memberikan sentuhan klasik yang tenang dan berwibawa. Secara keseluruhan, busana pusaka ini tampil sangat wangun, sederhana, namun tetap memikat hati.
Bilah pusaka ini lurus dengan dhapur Brojol, berpamor Tejo Kinurung, dan bertangguh Tuban Pajajaran. Penyebutan Tangguh Tuban kerap diikuti dengan nama berbagai kerajaan besar seperti Tuban Kediri, Tuban Pajajaran, Tuban Majapahit, atau Tuban Mataram. Penambahan nama kerajaan tersebut sesungguhnya merupakan penanda waktu, merujuk pada masa ketika Tuban berada di bawah pengaruh atau berada dalam lingkup politik kerajaan-kerajaan tersebut. Namun khusus sebutan Tuban Pajajaran, kaitannya bukan pada hubungan politik, sebab Tuban tidak pernah berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda atau Pajajaran.
Penjelasan mengenai hal ini bersumber dari catatan sejarah para empu. Dikisahkan bahwa Empu Moyo memiliki empat anak—Empu Onggok, Empu Kuwung, Empu Keleng, dan Ni Sombro—yang melakukan perjalanan ke wilayah timur dan sempat bermukim lama di daerah Tuban. Pada masa inilah muncul istilah “Tangguh Tuban Sunda”, yang kemudian dikenal sebagai Tuban Pajajaran. Para empu keturunan Pajajaran tersebut berkarya di Tuban dan menyebarkan ilmunya, sehingga gaya perkerisan Tuban mendapat pengaruh estetika dari tradisi Pajajaran. Sebagian dari mereka bahkan melanjutkan perjalanan hingga ke Madura, salah satunya Empu Keleng. Dengan demikian, penyebutan Tangguh Tuban Pajajaran lahir dari akulturasi gaya dan sentuhan teknik, bukan dari hubungan kekuasaan.
Keris-keris Tangguh Tuban Pajajaran umumnya memperlihatkan perpaduan yang harmonis. Karakter Tuban tetap dominan, namun terdapat sentuhan Pajajaran yang terlihat dari condong leleh yang sedikit lebih miring daripada kebiasaan gaya Tuban, serta dari sifat material bilah dan pamornya yang menunjukkan ciri khas besi Pajajaran. Hal ini sangat mungkin terjadi karena para empu dari Pajajaran membawa serta teknik, pengetahuan, dan bahkan material bahan baku dari wilayah asal mereka. Dari perpaduan itulah lahir keris-keris Tangguh Tuban Pajajaran yang kini dikenal sebagai salah satu tangguh langka dengan kualitas tinggi. Tuban sendiri pernah menjadi pusat perkerisan yang melahirkan banyak empu besar, seperti Ni Sombro, Empu Jirak, Empu Bekel Jati, Empu Suratman, Empu Paneti, Empu Salahita, dan masih banyak lagi, menjadikan daerah ini kaya akan tangguh dan karya unggul.
Dhapur Brojol pada pusaka ini menunjukkan bentuk yang sangat sederhana. Dalam kajian simbolik, kesederhanaan itu memiliki makna yang dalam. Kata “brojol” dalam bahasa Jawa berarti “keluar”, berkaitan dengan proses kelahiran seorang bayi dari gua garba ibu. Kelahiran dipahami sebagai simbol kembalinya manusia pada fitrah yang suci. Karena itu, dhapur Brojol tidak hanya dipandang sebagai bentuk bilah lurus dengan satu ricikan pejetan, tetapi juga sebagai simbol kesucian awal kehidupan. Ia mengingatkan bahwa setiap manusia pernah berada pada titik kejernihan hati, dan bahwa kesederhanaan merupakan fondasi dari segala langkah besar. Brojol juga dimaknai sebagai doa agar seseorang dapat “keluar” dari segala kesulitan hidup, menemukan jalan terang, dan memulai babak baru dengan niat yang bersih.
Pamor Tejo Kinurung pada bilah pusaka ini menampilkan pola garis yang membingkai bilah, dimulai dari area gonjo lalu menyatu hingga ujung bilah. Di tengah bilah terdapat garis lurus yang dikenal sebagai pamor Sodo Lanang. Dengan demikian, Tejo Kinurung merupakan perpaduan antara pamor wengkon dan sodo lanang. Motif semacam ini sering dipercaya memiliki tuah baik, khususnya bagi mereka yang mengemban amanah negara—pejabat, aparatur pemerintahan, perwira militer, maupun pemimpin daerah. Dalam catatan kuno, pamor serupa pernah dipilih oleh Sunan Pakubuwono IV ketika memesan keris Parungsari luk 13 kepada Mpu Brajaguna.
Namun pemaknaan tuah tidak semestinya dipahami sebagai kepercayaan buta. Tuah adalah doa, pesan moral, dan nilai yang disematkan ke dalam sebuah karya. Nama Tejo Kinurung sendiri sangat sarat makna. Tejo berarti cahaya, sedangkan kinurung berarti dijaga atau dilindungi. Cahaya dalam hal ini melambangkan nurani—penuntun batin yang menyingkapkan gelap, menunjukkan jalan, dan memandu manusia menuju kejujuran, keadilan, dan kesetiaan. Cahaya yang “dikurung” bukan berarti dipadamkan, tetapi dilindungi agar tidak mudah redup oleh godaan duniawi.
Dalam pendekatan semiotika, garis tengah pamor melambangkan pertumbuhan dan keteguhan, layaknya padi yang semakin tinggi semakin merunduk, mengingatkan pemimpin untuk tetap rendah hati. Garis tepi yang membingkai bilah menjadi simbol perlindungan, batas yang menjaga nilai-nilai luhur dalam diri manusia. Oleh sebab itu, pamor Tejo Kinurung sering dijadikan piwulang bagi para pemegang amanah: bahwa kekuasaan bukan makanan bagi diri sendiri, melainkan tanggung jawab yang harus dijalankan dengan kejernihan batin. Bahwa seorang pemimpin seharusnya memberi terang bagi sesamanya, sebab sebaik-baiknya manusia adalah yang mampu menjadi cahaya bagi lingkungan sekitarnya.
Keris Brojol Pamor Tejo Kinurung
| Berat | 1500 gram |
| Kondisi | Bekas |
| Dilihat | 667 kali |
| Diskusi | Belum ada komentar |
Keris Sengkelat Luk 13 Sengkelat, adalah salah satu bentuk dhapur keris luk tiga belas. Ukuran panjang bilahnya sedang, dan memakai ada-ada, sehingga permukaannya nggigir sapi. Sengkelat memakai kembang kacang; ada yang memakai jenggot dan ada yang tidak; lambe gajah-nya hanya satu. Selain itu ricikan lainnya adalah sogokan rangkap ukuran normal, sraweyan, ri pandan, greneng, dan… selengkapnya
Rp 7.000.000Keris Brojol Pamor Mayang Mekar Keris Brojol dikenal sebagai salah satu dhapur yang paling sederhana sekaligus paling tua dalam dunia perkerisan Nusantara. Ia tidak memiliki luk, bentuk bilahnya lurus dengan ujung agak meruncing, gandik polos tanpa kembang kacang, dan ricikan yang sangat minimalis. Namun, justru dalam kesederhanaannya itulah tersimpan makna yang dalam. Kata brojol dalam… selengkapnya
Rp 13.000.000Dhapur Keris Parungsari Parungsari adalah salah satu bentuk dhapur keris berluk tiga belas. Ukuran Panjang bilahnya sedang. Keris ini memakai kembang kacang; ada yang memakai jenggot ada yang tidak, lambe gajahnya dua, sraweyan, sogokan rangkap, pejetan dan greneng. Sekilas mirip dengan dhapur Sengkelat, perbedaan diantara keduanya hanyalah; Keris dhapur Parungsari mempunyai dua (2) lambe gajah,… selengkapnya
Rp 5.000.000Keris Mesem Pamor Wengkon Isen Dhapur Mesem sering kali dianggap serupa dengan Sempaner dan Tumenggung karena ketiganya memiliki bentuk lurus, sama-sama memakai sekar kacang, dan tidak menggunakan sogokan. Namun, bila dicermati lebih dalam, terdapat perbedaan halus di antara mereka. Dhapur Sempaner memiliki sekar kacang, jalen, lambe gajah satu, tikel alis, pejetan, dan ripandan. Sedangkan Tumenggung… selengkapnya
Rp 4.500.000Dhapur Sempana Luk 9 SEMPONO, adalah salah satu bentuk dhapur keris luk sembilan, yang tergolong sederhana. Keris ini hanya memakai kembang kacang, lambe gajahnya satu dan greneng. Ricikan lainnya tidak ada. Walaupun sederhana penampilannya, Sempana termasuk dhapur keris yang populer dan sering dijumpai. Pada jaman dahulu keris dengan dhapur sempono banyak dimiliki oleh para abdi… selengkapnya
Rp 2.800.000Dhapur Tilam Sari Menurut cerita pitutur lisan, salah satu wali-sanga, yaitu Kanjeng Sunan Kalijaga pernah menyarankan kepada pengikut-pengikut beliau, bahwa keris pusaka pertama yang harus dimiliki adalah keris dengan dapur Tilam Upih kemudian pasangannya adalah Tilam Sari. Menurut beliau keris dengan dapur ini, bisa menjadi pengikut/teman yang setia disaat suka maupun duka, disaat prihatin dan… selengkapnya
Rp 9.500.000Keris Balebang Luk 7 Bali Sepuh FILOSOFI berasal dari kata Bale (bangunan) Kambang (terapung di atas air), yaitu bangunan yang terdapat pada bagian tengah kolam yang digunakan untuk kepentingan anggota kerajaan. Kedua unsur kata “Bale” dan “Kambang” tersebut tidak bisa dipisahkan karena keduanya merupakan satu kesatuan yang menunjukkan satu bangunan tertentu. Bale Kambang dulunya adalah… selengkapnya
Rp 4.500.000Keris Singa Barong Luk 5 Madura Sepuh Keris Singo Barong memiliki ciri khas yaitu gandhiknya diukir hiasan singa dengan kelamin yang tegang sebagai simbol kejantanan. Motif singa pada gandhik Keris Singo Barong tampak mirip dengan kilin, yaitu arca binatang mitologi penunggu gerbang dalam budaya China yang banyak terdapat di klenteng. Artinya, hal itu menunjukkan adanya… selengkapnya
Rp 15.555.000Tombak Seken Biring Jaler Sepuh Dhapur tombak Biring Jaler, yang juga dikenal sebagai Biring Lanang, memiliki nama asli Biring Ing Palanangan. Secara etimologis, istilah ini tersusun dari kata biri yang berarti kebiri, ing yang berarti untuk atau pada, serta palanangan yang berarti kemaluan laki-laki. Jika disatukan, maknanya menjadi “tombak sebagai senjata untuk mengebiri kemaluan laki-laki.”… selengkapnya
Rp 850.000Keris Brojol Pamor Kul Buntet Sekar Lampes Mendapatkan pusaka sekelas ini kini menjadi hal yang semakin langka. Di era digital seperti sekarang, ketika literasi dan informasi begitu mudah diakses, banyak orang mulai memahami dan menelusuri dunia tosan aji dengan lebih cermat. Mereka tahu membedakan mana keris yang sekadar indah, mana yang benar-benar langka, dan mana… selengkapnya
Rp 15.000.000
























Belum ada komentar, buka diskusi dengan komentar Anda.