● online
- Keris Parungsari Cirebon Sultan Agung
- Keris Brojol Tangguh Madura Empu Koso
- Keris Panimbal Kinatah Emas Pamor Untu Walang
- Keris Parungsari Pamor Udan Mas Tiban Amangkurat
- Keris Kyai Bagong Astrajingga Kamardikan Kontempor
- Keris Kalamisani Pamor Wahyu Tumurun
- Keris Pasopati Damar Murub Urubing Dilah
- Keris Jalak Ngore Tuban Winongan
Keris Sujen Ampel Madiun Sepuh
Rp 4.500.000| Kode | F149 |
| Stok | Tersedia (1) |
| Kategori | Keris, Sujen Ampel |
| Jenis | : Keris Lurus |
| Dhapur | : Sujen Ampel |
| Pamor | : Wahyu Tumurun |
| Tangguh | : Madiun Sepuh |
| Warangka | : Ladrang Surakarta, Kayu Trembalo Iras |
Keris Sujen Ampel Madiun Sepuh
Keris Sujen Ampel Madiun Sepuh
Dalam jagad tosan aji dhapur Sujen Ampel merupakan salah satu dhapur yang tergolong langka. Keberadaannya tidak hanya menarik karena jarang ditemui, tetapi juga karena memiliki kekhasan bentuk dan filosofi yang mendalam.
Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa dhapur ini telah dikenal sejak masa Kerajaan Mataram, dan diperkirakan pertama kali dibuat antara abad ke-14 hingga ke-16 Masehi.
Secara fisik, bilah Sujen Ampel memiliki prawakan yang gilig, yaitu membulat dan relatif tebal pada bagian tubuh bilah. Bentuk ini menciptakan kesan pasikutan yang gagah, kokoh, dan berwibawa — menggambarkan keteguhan lahir serta kekuatan sikap yang mantap.
Namun di sisi lain, ujung bilah ini tetap mempertahankan bentuk yang ramping dan lancip, mencerminkan ketajaman nalar dan ketelitian dalam bertindak.
Dari sinilah makna simbolik dhapur ini menjadi menarik, karena menghadirkan dua sifat yang saling melengkapi: kekuatan raga dan ketajaman batin.
Suatu penggambaran tentang pribadi yang dalam bahasa jawanya itu “ngandel sak glathi” — bertumpu pada ketajaman logika dan kecermatan berpikir, namun tetap berpijak pada kekuatan batin dan keteguhan hati.
Nama Sujen Ampel sendiri membawa makna yang sejalan dengan bentuk bilahnya. Kata sujen merujuk pada iratan bambu lancip yang biasa digunakan untuk menusuk sate, sedangkan ampel adalah sebutan untuk jenis bambu tertentu.
Secara harfiah, Sujen Ampel dapat diartikan sebagai bilahan bambu ampel yang tipis dan tajam. Penamaan ini agaknya tak lepas dari karakteristik dhapur ini yang memang panjang, ramping, dan ujungnya meruncing, atau nyujen.
Hal ini juga menjadi pepiling bahwa seharusnya kita sebagai manusia — seperti halnya keris ini — harus mampu menyesuaikan diri dalam berbagai situasi, namun tetap teguh dalam prinsip.
Jika panjenengan mencermati dari karakter material hingga kualitas garapnya, pusaka ini menampilkan ciri yang sangat khas. Pamornya memang cenderung kalem, namun justru di situlah letak keindahannya — menghadirkan harmoni yang menyatu dengan bilah secara alami.
Dan pada pusaka ini bisa kita lihat Bersama terdapat motif bulatan-bulatan pamor yang tersusun dari ujung hingga pangkal bilahnya. Inilah yang dinamakan Pamor Wahyu Tumurun, sebuah pamor yang secara filosofi melambangkan turunnya anugerah atau petunjuk dari Yang Maha Kuasa kepada sang pemiliknya.
Motif ini mengandung harapan agar si empunya senantiasa memperoleh kemuliaan, keluhuran budi, dan keberuntungan dalam hidupnya — terutama dalam perkara kepemimpinan, jabatan, atau tanggung jawab besar.
Pamor ini juga menjadi simbol doa agar seseorang memiliki ketajaman intuisi dan kejelasan hati dalam mengambil keputusan penting, layaknya wahyu yang turun di saat genting.
Untuk garapnya, keris ini memiliki tempaan yang begitu padat dan matang, menunjukkan kepiawaian sang empu dalam mengolah besi dan menyeimbangkannya dengan unsur pamor. Perpaduan antara pamor, material bilah, kualitas garap, dan rancang bangunnya menciptakan kesan yang sekaligus gagah, wingit, dan nggegirisi.
Inilah salah satu karakter yang khas dari keris-keris asal Kadipaten Madiun. Sebuah wilayah yang tak bisa dipandang sebelah mata dalam dunia perkerisan.
Sejarah Madiun adalah sejarah tosan aji. Hampir semua peristiwa penting di wilayah ini selalu berkaitan erat dengan pusaka, hingga lambang kabupatennya pun menjadikan keris sebagai ikon utama.
Namun, sebagaimana lazimnya perkembangan dunia keris, bentuk dan watak keris Madiun sangat ditentukan oleh dinamika zaman: dari karakter masyarakat, tekanan politik, hingga peta kekuasaan.
Setelah runtuhnya Pajang dan bangkitnya Mataram, Madiun memilih untuk bertahan sebagai kadipaten merdeka.
Demi memperkuat pertahanan, mereka membuat sebanyak mungkin senjata, termasuk keris dan tombak — bukan semata untuk keindahan, tetapi demi kekuatan. Maka tak heran, banyak keris Madiun tampak sederhana secara garap, namun kuat secara perbawa.
Sebagian memang menganggap bentuk keris Madiun wagu dan lugu, bahkan jarang ditemukan yang mewah atau berkinatah emas halus. Tapi dalam kesederhanaannya itu, justru terpancar kekuatan batin yang begitu mendalam.
Banyak di antaranya terkesan nggegirisi dan memiliki aura angker. Sisi isoteri-lah yang menjadikan keris Madiun begitu menonjol. Bahkan, Panembahan Senopati dari Mataram pernah dibuat tak berdaya dua kali oleh kekuatan Purbaya — salah satunya diyakini karena keampuhan pusaka Kanjeng Kiai Kala Gumarang.
Kawasan Madiun, khususnya Desa Sewulan, tercatat sebagai pusat penting pembuatan keris sejak era Majapahit, Demak, hingga Mataram Kartasura.
Di tempat inilah nama-nama seperti Empu Darmo dan Empu Suro — yang diyakini sebagai keturunan Ki Umyang dari Demak — menorehkan jejak.
Pada masa Bupati Kusnodiningrat yaitu antara tahun 1900–1929, Desa Sewulan bahkan mengalami masa keemasan, ketika setiap Lurah di Madiun mendapat keris buatan para empunya.
Sayangnya, memasuki era 1970-an, garis keturunan empu di Sewulan perlahan terputus. Mereka tak lagi membuat pusaka, melainkan hanya peralatan pertanian.
Sosok terakhir yang dikenal sebagai empu dari Sewulan adalah Muhammad Slamet, yang wafat di awal tahun 2000.
Namun warisan spiritual dan budaya itu tetap hidup. Dan pada pusaka ini — salah satu peninggalan dari napas panjang sejarah tersebut.
Maka ketika kita menjumpai sebilah keris dari Madiun, sesungguhnya kita sedang berhadapan dengan warisan zaman yang menyimpan jejak perjuangan, sekaligus kesenyapan batin para empu yang membentuknya di tengah riuhnya perubahan zaman.
F149
Keris Sujen Ampel Madiun Sepuh
| Berat | 1500 gram |
| Kondisi | Bekas |
| Dilihat | 1.962 kali |
| Diskusi | Belum ada komentar |
Keris Naga Sapta Kinatah Emas Sepuh Naga adalah salah satu makhluk mitologis yang jejaknya hadir hampir di seluruh belahan dunia. Setiap peradaban memiliki tafsir dan rupa tersendiri tentang naga, termasuk masyarakat Jawa yang mengenalnya sebagai makhluk agung, penjaga kesucian, sekaligus simbol kekuatan yang berasal dari alam adikodrati. Dalam tradisi Jawa, kisah-kisah tentang naga bukan sekadar… selengkapnya
Rp 150.000.000Pandhawa Prasaja Nama Pandawa Prasaja menyimpan ajaran luhur tentang keseimbangan antara kekuatan lahir dan kejernihan batin.Kata Pandawa merujuk pada lima kesatria utama dalam epos Mahabharata — Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa.Kelima tokoh ini bukan sekadar sosok dalam cerita pewayangan, tetapi simbol dari laku manusia yang berjuang menegakkan kebenaran dengan caranya masing-masing. Yudhistira melambangkan kejujuran… selengkapnya
Rp 1.800.000Dhapur Sura Luk 9 Keris di belahan Nusantara ini secara umum memang memiliki dasar aspek yang sama. Namun pada beberapa daerah tertentu memiliki gaya atau style yang khas dan berbeda-beda. Salah satunya adalah keris dengan tangguh Bugis ini. Secara bentuk dasar ia tetap memenuhi aspek keris yang sama, namun secara khusus ia memiliki karakteristik yang… selengkapnya
Rp 3.500.000Dhapur Tilam Upih Dalam adat Jawa, terdapat tiga peristiwa penting dalam kehidupan manusia, yaitu Metu, Manten, dan Mati—atau kelahiran, perkawinan, dan kematian. Peristiwa perkawinan memiliki tradisi khusus berupa keris Kancing Gelung, di mana pada masa lampau, orang tua pihak mempelai perempuan memiliki kewajiban utama memberikan keris pusaka kepada mempelai pria sebagai Kancing Gelung. Jika pihak… selengkapnya
Rp 3.500.000
























Belum ada komentar, buka diskusi dengan komentar Anda.