● online
- Keris Brojol Tuban Pajajaran....
- Keris Sengkelat Kinatah Panji Wilis....
- Keris Panji Nom Kinatah Emas Gonjo Wilut....
- Keris Pasupati Tangguh Mataram Kartasura....
- Keris Sinom Kinatah Emas Mataram Amangkurat....
- Keris Panji Penganten Kinatah Kalacakra....
- Keris Dwi Pamor Kul Buntet Sekar Lampes....
- Keris Tilam Sari Pamor Sumur Sineba....
Keris Nogo Sosro Luk 9 Kinatah Emas Kamarogan Sepuh
Rp 100.000.000| Kode | P169 |
| Stok | Tersedia (1) |
| Kategori | Keris, Nagasasra |
| Jenis | : Keris Luk 9 |
| Dhapur | : Nagasasra |
| Pamor | : Kulit Semangka |
| Tangguh | : Mataram Sultan Agung |
| Warangka | : Gayaman Surakarta, Kayu Cendana |
| Deder/Handle | : Yudawinatan, Kayu Tayuman |
| Mendak | : Kendhit, Bahan Perak Berhias Intan |
| Pendok | : Blewah, Bahan Perak |
Keris Nogo Sosro Luk 9 Kinatah Emas Kamarogan Sepuh
Keris Nogo Sosro Luk 9 Kinatah Emas Kamarogan Sepuh
Tangguh Mataram Sultan Agung
Jika dicermati dari prejengan-nya, pusaka ini jelas memperlihatkan langgam Mataram pada masa keemasan Sultan Agung. Proporsinya tampak serasi, dengan bilah yang luwes dan berwibawa. Pasikutan-nya ndemes, tampan, dan enak dipandang. Warna besinya agak pucat—menandakan tempa yang murni, nyaris tanpa campuran baja—memunculkan kesan mentah alami yang justru indah dalam kesederhanaannya. Pamornya mubyar terang, memancar hidup di permukaan bilah, menyala lembut namun tegas, menambah pesona tua dan berkarakter.
Secara keseluruhan, karakter bilah ini masih membawa ruh Mataram Senopaten, namun besinya yang tampak lebih mentah justru menghadirkan daya magis tersendiri. Pamornya yang hidup seolah menyimpan kisah panjang perjalanan sejarah, menjadi saksi bisu atas jejak pusaka agung yang dikenal dengan nama Nagasasra.
Nagasasra Dhapur Keris Legendaris
Dari sekian banyak dhapur yang dikenal dalam dunia perkerisan, Nagasasra menempati posisi istimewa. Namanya melegenda—dikenal bukan hanya di kalangan pecinta tosan aji, tetapi juga oleh masyarakat luas yang mungkin tidak begitu akrab dengan dunia pusaka. Setiap kali nama-nama besar keris disebut, Nagasasra hampir selalu menjadi bagian dari pembicaraan.
Salah satu penyebab termasyhurnya nama ini ialah kisah legendaris “Nagasasra dan Sabuk Inten” karya S.H. Mintardja. Roman silat yang pertama kali diterbitkan tahun 1966 oleh Badan Penerbit Kedaulatan Rakyat Yogyakarta ini sebelumnya dimuat sebagai cerita bersambung di harian Kedaulatan Rakyat sejak 13 Agustus 1964. Cerita petualangan Mahesa Jenar dalam mencari dua pusaka hilang dari perbendaharaan Istana Demak — Nagasasra dan Sabuk Inten — berhasil menghidupkan kembali bayangan masa lampau yang sarat dengan sejarah, spiritualitas, dan mitologi. Sejak saat itu, nama Nagasasra seolah hidup abadi dalam imajinasi masyarakat Jawa.
Namun menariknya, di balik popularitas nama tersebut, hanya sedikit yang benar-benar memahami bentuk, nilai filosofis, serta jejak sejarah yang menjadikan pusaka ini begitu dihormati. Sebab Nagasasra bukan sekadar nama, melainkan lambang keagungan budaya, keteguhan batin, dan spiritualitas tinggi dalam dunia perkerisan Nusantara.
Ricikan Keris Nagasasra
Sebagai bagian dari keluarga dhapur naga, Nagasasra menempati kedudukan paling istimewa dan paling banyak diburu kolektor maupun pecinta tosan aji. Secara pakem, dhapur ini memiliki ciri khas berupa ornamen kepala naga bermahkota di gandik, dengan tubuh dan ekor naga menggeliat mengikuti alur luk bilah. Hiasan sraweyan dan greneng sungsun mempertegas keanggunan bentuknya.
Kinatah Emas Keris Nagasasra
Haryono Haryoguritno dalam Keris Jawa: Antara Mistik dan Nalar menjelaskan bahwa ragam hias pada keris sering mengambil bentuk tumbuhan (lung-lungan), hewan, kaligrafi, hingga figur manusia seperti wayang. Untuk motif tumbuhan dikenal variasi seperti lung patra, lung kembang setaman, lung terate atau padma, hingga lung kamarogan. Sedangkan motif hewan biasanya melambangkan kekuatan simbolik seperti gajah, singa, kijang, atau banteng — yang masing-masing mengandung makna spiritual tersendiri.
Pada keris Nagasasra bertinatah emas, keindahan ragam hias itu mencapai puncaknya. Selain naga yang melingkar di bilah, tampak pula motif lung kamarogan yang menambah kemegahan pusaka. Di bagian bawang sebungkul sering dijumpai ornamen kijang yang menoleh ke belakang, sementara pada wuwungan gonjonya terpahat kinatah Gajah Singa — motif langka yang sarat makna sejarah.
Kinatah Gajah Singa bukan sekadar hiasan, melainkan simbol kejayaan Mataram pada masa Sultan Agung. Menurut catatan sejarah, motif ini berkaitan dengan peristiwa besar yang disebut “Gajah Singa Curigo Tunggal” — sebuah candra sengkala yang menandai berakhirnya pemberontakan Pragola di Pati. Dalam tafsir sengkala, gajah bermakna “raja hutan” bernilai 1, singa berarti “galak” bernilai 5, curigo berarti “tajam” bernilai 5, dan tunggal berarti “satu”. Jika dibaca terbalik, menghasilkan angka tahun 1551 Jawa atau 1629 Masehi — tahun di mana Sultan Agung menumpas pemberontakan Pragola II, sebagaimana dicatat oleh Dr. H.J. de Graaf.
Motif Gajah Singa
Motif Gajah Singa juga melambangkan kebangkitan Mataram setelah dua kali gagal menyerang Batavia. Dalam suasana murka sekaligus berkabung, Sultan Agung menghimpun kekuatan penuh dan berhasil memulihkan wibawa kerajaan. Para pahlawan perang yang berjasa kemudian dianugerahi pusaka bertinatah: kinatah Anggrek Manglar Monga atau Singa Barong bagi para bangsawan tinggi, Kamarogan bagi para bupati, dan Gajah Singa untuk para panewu serta mantri. Pemberian kinatah ini bukan sekadar penghargaan, tetapi juga sarana konsolidasi, simbol penyatuan kekuatan Mataram setelah masa pergolakan.
Dalam simbolisme Jawa, singa melambangkan Mataram — singa nggero, penguasa yang mengaum penuh wibawa, sedangkan gajah melambangkan Kadipaten Pati — gajah nggiwar, yang tunduk dan mengalah. Maka, hadirnya motif Gajah Singa pada gonjo keris Nagasasra bukan hanya hiasan, melainkan jejak simbolis dari kebesaran dan kekuasaan Mataram di puncak kejayaannya.
Lung-lungan Kamarogan
Mengenai istilah tinatah, sering kali masyarakat keliru. Banyak yang menyebut setiap keris bertatah emas sebagai kamarogan, padahal kamarogan hanyalah salah satu motif lung-lungan. Keris yang bertatah penuh hampir di seluruh bilah justru disebut tinatah wedana sewelas, yaitu tingkatan tertinggi dari sistem wedana — mulai dari eka, dwi, tri, panca, sapta, nawa, hingga destha (sewelas). Karena itu, keris Nagasasra bertinatah emas penuh dianggap menempati derajat tertinggi, baik secara artistik maupun spiritual.
Mulut Naga di Sumpal
Dalam Ensiklopedi Keris, Bambang Harsrinuksmo mencatat bahwa mulut naga pada keris-keris naga sering disumpal dengan emas atau batu permata, untuk meredam tuahnya yang garang. Namun dalam keadaan genting, sumpalan itu dapat dilepas agar energi pusaka kembali memancar melindungi pemiliknya.
Sementara Basuki Teguh Yuwono dalam Keris Naga menafsirkan emas atau batu yang digigit naga sebagai simbol pengendalian sabda — pengingat bahwa kata-kata seorang raja adalah hukum yang tak boleh diingkari: sabda pandhita ratu tan kena wola-wali. Emas itu menjadi perlambang keseimbangan antara kuasa dan kebijaksanaan.
Filosofi Nagasasra
Secara etimologis, naga berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti ular jantan, sedangkan sasra dari sahasra berarti seribu. Dalam Babad Tanah Jawi dan Babad Demak disebutkan bahwa Nagasasra — atau Kyai Segara Wedang — ditempa dari seribu pusaka Majapahit untuk menggantikan Kyai Condong Campur, sebagai lambang penyatuan kekuatan dan penangkal seribu bencana yang kala itu mengancam negeri.
Angka seribu dalam tradisi Jawa bukanlah angka pasti, melainkan perlambang kebesaran dan kesempurnaan. Ungkapan seperti bolo sewu atau widodari cacah sewune kurang siji menjadi penanda jumlah yang besar dan luhur.
Lebih dalam lagi, kata sewu sering dihubungkan dengan awu (abu) — makna simbolis dari “kembali ke asal.” Di situlah terkandung ajaran sangkan paraning dumadi — asal dan tujuan segala ciptaan. Sangkan berarti mula, paran berarti tujuan, dan dumadi berarti sesuatu yang terwujud.
Makna terdalamnya adalah kesadaran untuk kembali — bahwa setiap kehidupan pada akhirnya akan pulang menuju Sang Sumber. Dalam pandangan makrifat Jawa, kematian bukanlah akhir yang menakutkan, melainkan perjalanan suci menuju kesempurnaan. Maka tak berlebihan bila dikatakan bahwa Nagasasra bukan hanya pusaka, tetapi juga lambang perjalanan ruhani manusia: dari asal menuju asal, dari terang menuju cahaya sejati.
Keris Nogo Sosro Luk 9 Kinatah Emas Kamarogan Sepuh
| Berat | 1500 gram |
| Kondisi | Bekas |
| Dilihat | 2.681 kali |
| Diskusi | Belum ada komentar |
Tombak Biring Jaler Sepuh Nama lainnya dalah Biring Lanang dimana dhapur tombak ini mempunyai arti atau konotasi yang sadis. Nama sesungguhnya adalah Biring ing Palanangan, dari asal kata biri artinya kebiri (dikebiri), ing artinya untuk atau pada, sedangkan palanangan berarti kemaluan laki-laki. Jadi artinya adalah tombak sebagai senjata untuk mengebiri kemaluan laki-laki. Orang barangkali tidak… selengkapnya
Rp 950.000Dhapur Dholog Dholog adalah salah satu bentuk dhapur keris luk lima. Ukuran panjang bilahnya sedang. Keris ini memakai gandik lugas, sogokan rangkap, tikel alis dan sraweyan. Ricikan lainnya tidak ada. “Jati nom arane dholog” Dholog berasal dari bahasa sansekerta yang artinya pohon jati muda. Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini ada masanya. Ada masa… selengkapnya
Rp 3.600.000Dhapur Parungsari Dhapur Parungsari memiliki kemiripan yang kuat dengan dhapur Sengkelat, baik dari jumlah luk maupun ricikannya. Yang membedakan hanya lambe gajah, di mana Sengkelat memiliki satu lambe gajah, sedangkan Parungsari memiliki dua. Perbedaan kecil seperti ini—tingil, lambe gajah, sraweyan, atau odo-odo—sering kali menjadi penentu identitas dhapur keris, sehingga keliru mengenalinya juga berarti keliru memahami… selengkapnya
Rp 4.300.000Dhapur Sengkelat Sengkelat adalah salah satu bentuk dhapur luk tiga belas. Ukuran panjang bilahnya sedang, dan memakai ada-ada, sehingga permukaannya nggigir sapi. Sengkelat memakai kembang kacang; ada yang memakai jenggot dan ada yang tidak; lambe gajah-nya hanya satu. Selain itu ricikan lainnya adalah sogokan rangkap ukuran normal, sraweyan, ri pandan, greneng, dan kruwingan. Dhapur Sengkelat… selengkapnya
Rp 4.500.000Keris Kalamisani Pamor Wahyu Tumurun Kalamisani merupakan dhapur keris lurus yang memiliki ricikan antara lain; sekar kacang, jalen, lambe gajah dua, tikel alis, pejetan, sogokan rangkap, sraweyan dan greneng. Filosofi keris pusaka kalamisani ini diartikan sebagai keadaan seorang manusia semenjak masih di alam ruh. Di alam ruh dia umpama sebagai cahaya kebiruan yang sangat jernih,… selengkapnya
Rp 3.777.000Keris Carubuk Pamor Bendo Segodo Pusaka ini menampilkan karakter khas keris-keris produksi Cirebon pada masa lampau. Dari segi prejengan, bilahnya segera memperlihatkan nuansa pesisir utara Jawa dengan pasikutan yang terasa wingit namun tetap memancarkan keteduhan. Luk-nya yang tidak terlalu rengkol memberi kesan proporsional dan stabil, menghadirkan siluet yang teguh tetapi tidak agresif. Keunikan tambahan berupa… selengkapnya
Rp 6.500.000






























Belum ada komentar, buka diskusi dengan komentar Anda.